Awal Mula dan Dasar-dasar Kritik
Marxisme
Ajaran Marxis sendiri berawal dari
pemikiran Karl Marx dan Frederick Engels. Pada tahun 1848 kedua tokoh pemuda
Jerman yang revolusioner ini mengeluarkan pernyataan-pernyataan umum mengenai
kebudayaan yang besar sekali pengaruhnya kemudian terhadap sejarah pemikiran
manusia. Pikiran mereka itu terbit dalam suatu dokumen yang dikenal dengan
Manifesto Komunis. Karl Marx sendiri sebelumnya sudah menulis sebuah buku yang
berjudul Das Kapital yang akhirnya
diselesaikan oleh Engels.Teori ekonomi Komunisme lebih dikenal ketimbang
Marxisme dimana industri, transport, dan lain-lain seharusnya merupakan
kepemilikan negara, ketimbang kepemilikan privat. Tujuan dari teori ini adalah
mewujudkan masyarakat tanpa kelas, dimana alat produksi, distribusi, dan
pertukaran adalah milik bersama.Teori Marxisme dilatar belakangi oleh pemikiran
sosialis yang diproduksi di Prancis saat Revolusi Prancis,dan menggunakan
pandangan bahwa tuntutan kepentingan ekonomi individu akan membawa kepentingan
ekonomi dan sosial bagi seluruh masyarakat (faham yang melandasi kapitalisme).
Model sederhana Marxis melihat
masyarakat terdiri atas struktur-basis (basestructure) (alat produksi,
distribusi, dan pertukaran yang bersifat material) dan struktur-supra
(suprstructure), yaitu dunia ‘kultural’ gagasan, seni, agama, hukum, dan
lain-lain.
Kritik Sastra Marxis: Umum
Mark dan Engels berpandangan bahwa seni
yang baik selalu memiliki derajat kebebasan atas situasi ekonomi yang berlaku,
bahkan ketika fakta-fakta ekonomi ini merupakan “penentu utamanya”. Seni
menurut pandangan Marxis merupakan bagian dari superstruktur dari lingkungan
sosial. Dengan demikian, menurut Marxis, untuk memahami sastra berarti memahami
seluruh proses sosial.
Ada dua pokok penting dalam pikiran Engels yaitu
pertama mengenai sastra yaitu:
1. Tendensi politik penulis haruslah disajikan secara
tersirat saja. Semakin tersembunyi pandangan si penulis, semakin bermutulah
karya sastra yang ditulisnya. Ideologi politik bukanlah merupakan masalah utama
bagi si seniman. Oleh karenanya karya sastra akan menjadi lebih baik apabila ia
berhasil membuat ideologi itu tetap tersembunyi.
2.
Dalam gagasan
pikiran Engels lebih bersifat dogmatis. Ia menjelaskan bahwa setiap novelis
yang berusaha mencapai realisme harus mampu menciptakan tokoh-tokoh yang representatif
dalam karya-karyanya. Hal itu disebabkan oleh adanya pengertian realisme yang
meliputi reproduksi tokoh-tokoh yang merupakan tipe dalam peristiwa yang khas
pula.
Kritik Marxis Leninis
Pada tahun 1920-an, pada tahun-tahun
awal setelah revolusi Rusia, sikap Soviet terhadap sastra dan seni sangatlah
bijak dan bentuk-bentuk seni modern cukup terwadahi. Pada tahun 1930-an, negara
mulai menerapkan kendali langsung terhadap sastra dan seni, serta bidang
lainnya. Pada Kongres Penulis Soviet pertama tahun 1934, pandangan-pandangan
liberal dilarang dan ortodoksi yang baru dipaksakan, berdasar pada
tulisan-tulisan Lenin ketimbang tulisan Marx dan Engels. Pada tahun 1905, Lenin
berargumen “sastra harus menjadi sastra partai ... Sastra menjadi bagian dari pekerja
partai demokratik-sosial yang terorganisasi, metodik, dan bersatu”. Pandangan
khas Lenin yaitu :
·
Sastra terikat
dengan kelas-kelas yang terdapat dalam masyarakat tertentu
·
Karya sastra
selalu mencerminkan realitas konflik kelas di masyarakat tertentu
·
Setiap sastrawan
bertugas menjadikan karyanya agar turut menggerakkan perubahan sosial dalam
pembangunan masyarakatnya
·
Setiap karya
sastra harus memenuhi tiga syarat yang ditetapkan partai, yakni: a) berfungsi
sosial, b) mengabdi kepentingan rakyat banyak, dan c) menjadi bagian dari
aktivitas partai komunis, dan
·
Satu-satunya
aliran sastra yang boleh diikuti pengarang adalah realisme sosialis yang
berprinsip: a) karya sastra menyajikan tafsir tentang hubungan dialektis dalam
masyarakat (realisme) dan b) karya sastra mendukung perjuangan partai komunis
untuk membangun masyarakat baru yang lebih adil yang menerapkan ideologi
sosialisme.
Kritik Marxis “Engels”
Tahun 1930-an kritik Engels muncul dalam
bentuk eksil maupun bentuk terpinggirkan, maupun underground. Menurut Engels sastra adalah tiruan proses sosial,
tetapi hubungan antara isi sastra lebih kaya dan samar-samar dibandingkan
dengan isi politik dan ekonomi. Tendensi politik dalam penulis dalam sastra
harus disajikan secara tersirat saja. Semakin tersembunyi pandangan penulis
semakin bermutulah karya yang ditulisnya itu.
Anggota kelompok formalis Rusia yang
dilarang oleh partai muncul tahun 1920-an, yang terkenal yaitu Victor Shklovsky,
Boris Tomashevsky, dan Boris Eichenbaum yang karyanya disebut dalam Russian
Formalist Criticism: Four Essays. Gagasan mereka meliputi kebutuhan akan
analisis formal detail sastra, sebuah faham bahwa sastra mempunyai prosedur dan
efek karakteristiknya sendiri, dan bukan sekedar merupakan versi bahasa biasa
dan gagasan Shklovsky yang mengklaim bahwa salah satu dari efek-efek utama
bahasa sastra adalah membuat dunia yang familiar menjadi tampak baru. Menurut
Tomashevsky kisah merupakn susunan aktual (mungkin juga imajiner)
peristiwa-peristiwa sebagaimana akan terjadi, sementara alur merupakan
representasi artistik dari peristiwa-peristiwa ini, yang mungkin melibatkan
penyusunan ulang, penyejajaran, pengulangan, dan sebagainya, dalam rangka
menekankan efeknya dalam karya sastra. Tahun 1950-an dan 1960-an gagasan ini
diminati oleh para pemula strukturalisme karena penekanan mereka pada pembedaan
antara bahasa dan kenyataan, dan pada sastra sebagai satu set prosedur dan
struktur sistematik.
Mikhail Bakhtin tetap tinggal di Rusia,
tapi yang lainnya di buang dan meneruskan karyanya di luar Rusia. Ahli
Linguistik Roman Jakobson (1896-1982) meneruskan tulisannya dan mendirikan lingkaran
Linguistik di Praha yang beranggotakan Rene Wellek, dan Jakobson yang menjadi
sosok penting dalam pergerakan “Kritik Baru”. Di Jerman juga terpengaruh formalisme
Rusia,dimana berdiri Institut Estetika Marxis Frankurt yang berdiri pada tahun
1923.
Massa Kini : Pengaruh Althusser
Louis Althusser memperkenalkan konsep overdeterminism tentang efek yang muncul dari berbagai sebab, yaitu dari
beberapa sebab yang beraksi secara bersamaan, ketimbang dari faktor yang
tunggal (ekonomi). Louis Althusser mempertimbangkan antara sastra dan ideologi.
Ideologi menurut Althusser merupakan sistem representasi (citraan, mitos,
gagasan atau konsep menurut kasusnya) yang memiliki logika dan kekerasan
layaknya sendiri yang diberkati dengan keberadaan dan peran historis di tengah
masyarakat tertentu.
Sastra
juga menggambarkan ideologi tapi ada sekat antara keduanya. Dengan
demikian, membiarkan pembaca itu untuk memperoleh suatu kesadaran ideologis
dimana ia disandarkan.
Althusser memodifikasi teori marxis
menjadi lebih sosiologis sekaligus psikologis, menempatkan individu dibawah
pengaruh sosial, lebih tepatnya menempatkan manusia dibawah pengaruh struktur,
sembari menggali jauh ketidaksadaran dalam kepribadian.
Yang dilakukan
kritikus Marxis
1.
Membuat
pembagian antara isi karya sastra yang tampak dan yang tersembunyi dan kemudian
menghubungkan topik permasalahan karya sastra yang tampak dengan tema-tema
Marxis , seperti perjuangan kelas, kemajuan masyarakat melalui tahapan sejarah
yang beragam seperti transisi dari feodalisme ke kapitalisme industri.
2.
Menghubungkan
konteks sebuah karya dengan status kelas sosial penulis. Konsep ini sama dengan
kritik psikoanalisis bahwa penulis tidak sadar dengan hal-hal yang tepatnya ia
katakan atau ia bongkar dalam teks.
3.
Menjelaskan
sifat dari keseluruhan genre sastra dalam kerangka periode sosial yang
“memproduksinya”. Misalnya The Rise of
the Novel oleh Ian Watt menghubungkan pertumbuhan novel pada abad 18 dengan
ekspansi kelas menengah selama periode itu. Novel tersebut “berbicara” untuk
kelas sosial ini, misalnya tragedi yang “berbicara” untuk monarki dan
kebangsawanan, dan balada yang “berbicara” untuk “kelas pekerja” di daerah
pedesaan dan semi urban.
4.
Menghubungkan
karya sastra dengan asumsi-asumsi sosial ketika ia “dikonsumsi”, strategi yang
digunakan umumnya dikenal sebagai materialisme kultural.
5.
“Politisasi
bentuk sastra” yaitu bentuk-bentuk sastra
dengan sendirinya ditentukan oleh situasi politik. Misalnya dalam
pandangan beberapa kritikus, realisme sastra membawa pengesahan implisit
terhadap struktur sosial konservatif: bagi kritikus lainnya, kerumitan bentuk
dan metrik sebuah sonata dan iambic
pentameter merupakan pasangan dari stabilitas sosial, tata krama, dan
keteraturan.
Analisis
novel :
Judul novel :
Habibie & Ainun
Penulis :
Bacharuddin Jusuf Habibie
Buku ini berkisah
tentang kisah cinta abadi antara Habibie dan Ainun. Di bab III menceritakan
hari-hari mereka di OberforstbachE. Habibie mendapat gaji termasuk tunjangan
680Euro yang cukup untuk hidup seorang diri tapi sangat terbatas untuk rumah
tangga baru. Kehidupan sehari-hari Habibie dan Ainun pas-pasan, pada
tahun-tahun pertama Habibie dan Ainun harus irit karena biaya hidup yang tinggi
di kota itu.
Karena
apartemen yang mereka sewa sempit dan harga sewa yang mahal maka mereka
memutuskan untuk pindah keluar kota Aachen di mana harga sewa jauh lebih rendah
dibandingkan tempat sebelumnya. Habibie setiap hari pulang balik Oberforstbach
dan Aachen. Untuk menghemat, Habibie berjalan kaki melalui kuburan. Tahun 1962
Habibie mengandung anak pertama dan mereka mulai memikirkan banyaknya dana yang
harus dikeluarkan untuk persiapan lahirnya anak pertama mereka. Karena keadaan
ekonomi yang sulit ini, maka Habibie juga memutuskan bekerja di perusahaan
pembuat gerbong kereta api bernama Talbot. Karena motivasi Ainun Habibie bisa
menghasilkan karya-karya mutakhir, seperti konstruksi ringan untuk merekayasa
gerbong yang ringan, dasar perhitungan untuk rekayasa kapal selam, dan
sebagainya.
Karena kerja kerasnya
dan motivasi dari sang istri Ainun, Habibie bisa menyelesaikan tesis S3-nya
sampai Habibie menjadi presiden Republik Indonesia ke-3.
Di novel ini memberi
pembaca motivasi untuk menghadapi tantangan, mengambil resiko.
Lampiran :
Sinopsis novel
Habibie dan Ainun
Ini adalah kisah tentang apa yang
terjadi bila kau menemukan belahan hatimu. Kisah tentang cinta pertama dan
terakhir. Kisah tentang presiden ketiga bangsa Indonesia dan ibu negara, Ainun.
Rudy Habibie seorang jenius ahli pesawat
terbang yang punya mimpi besar: berbakti pada bangsa Indonesia dengan membuat
truk terbang untuk menyatukan Indonesia , sedangkan Ainun adalah seorang dokter
muda cerdas yang dengan jalur karir terbuka lebar untuknya.
Pada tahun 1962, dua kawan SMP ini bertemu lagi di
Bandung. Habibie jatuh cinta seketika pada Ainun yang baginya semanis gula.
Tapi Ainun, dia tidak hanya jatuh cinta, dia iman pada visi dan mimpi Habibie.
Mereka menikah dan terbang ke Jerman.
Punya mimpi tak akan pernah mudah.
Habibie dan Ainun tahu itu. Cinta mereka terbangun dalam perjalanan mewujudkan
mimpi. Dinginnya salju Jerman, pengorbanan, rasa sakit, kesendirian, serta
godaan harta dan kuasa saat mereka kembali ke Indonesia mengiringi perjalanan
dua hidup menjadi satu. Bagi Habibie, Ainun adalah segalanya. Ainun adalah mata
untuk melihat hidupnya. Bagi Ainun, Habibie adalah segalanya, pengisi kasih
dalam hidupnya. Namun setiap kisah mempunyai akhir, setiap mimpi mempunyai
batas. Kemudian pada satu titik, dua belahan jiwa ini tersadar : apakah cinta
mereka akan terus abadi?.
Kebahagiaan dan kedamaian keluarga
Habibie dan Ainun terkena badai, saat Ainun diketahui mengidap penyakit berat
dan sudah memasuki stadium lanjut. Walau sudah menjalani 12 rangkaian operasi,
namun ketentuan Allah SWT memanggil hamba-Nya, mengakhiri upaya tak kenal
menyerah disertai kesetiaan Habibie mendampingi Ainun sampai ajal menjemput
sang istri.
Sumber :
Barry, Peter. Begining Theory, an introduction to
Literatery and Cultural Theory. (Manchester University Press: Manchester,
1995).
Jusuf Habibie,
Bacharuddin. 2010. Habibie dan Ainun.
Jakarta: PT. THC Mandiri.
http://isra28blog.blogspot.com/2013/11/resensi-novel-habibie-ainun.html