Penulis Indonesia yang mendunia

Penulis Indonesia yang mendunia

Kritik Marxis

Saturday 23 January 2016



Awal Mula dan Dasar-dasar Kritik Marxisme
Ajaran Marxis sendiri berawal dari pemikiran Karl Marx dan Frederick Engels. Pada tahun 1848 kedua tokoh pemuda Jerman yang revolusioner ini mengeluarkan pernyataan-pernyataan umum mengenai kebudayaan yang besar sekali pengaruhnya kemudian terhadap sejarah pemikiran manusia. Pikiran mereka itu terbit dalam suatu dokumen yang dikenal dengan Manifesto Komunis. Karl Marx sendiri sebelumnya sudah menulis sebuah buku yang berjudul Das Kapital yang akhirnya diselesaikan oleh Engels.Teori ekonomi Komunisme lebih dikenal ketimbang Marxisme dimana industri, transport, dan lain-lain seharusnya merupakan kepemilikan negara, ketimbang kepemilikan privat. Tujuan dari teori ini adalah mewujudkan masyarakat tanpa kelas, dimana alat produksi, distribusi, dan pertukaran adalah milik bersama.Teori Marxisme dilatar belakangi oleh pemikiran sosialis yang diproduksi di Prancis saat Revolusi Prancis,dan menggunakan pandangan bahwa tuntutan kepentingan ekonomi individu akan membawa kepentingan ekonomi dan sosial bagi seluruh masyarakat (faham yang melandasi kapitalisme).
Model sederhana Marxis melihat masyarakat terdiri atas struktur-basis (basestructure) (alat produksi, distribusi, dan pertukaran yang bersifat material) dan struktur-supra (suprstructure), yaitu dunia ‘kultural’ gagasan, seni, agama, hukum, dan lain-lain.     

Kritik Sastra Marxis: Umum
Mark dan Engels berpandangan bahwa seni yang baik selalu memiliki derajat kebebasan atas situasi ekonomi yang berlaku, bahkan ketika fakta-fakta ekonomi ini merupakan “penentu utamanya”. Seni menurut pandangan Marxis merupakan bagian dari superstruktur dari lingkungan sosial. Dengan demikian, menurut Marxis, untuk memahami sastra berarti memahami seluruh proses sosial.
Ada dua pokok penting dalam pikiran Engels yaitu pertama mengenai sastra yaitu:
1.      Tendensi politik penulis haruslah disajikan secara tersirat saja. Semakin tersembunyi pandangan si penulis, semakin bermutulah karya sastra yang ditulisnya. Ideologi politik bukanlah merupakan masalah utama bagi si seniman. Oleh karenanya karya sastra akan menjadi lebih baik apabila ia berhasil membuat ideologi itu tetap tersembunyi.
2.      Dalam gagasan pikiran Engels lebih bersifat dogmatis. Ia menjelaskan bahwa setiap novelis yang berusaha mencapai realisme harus mampu menciptakan tokoh-tokoh yang representatif dalam karya-karyanya. Hal itu disebabkan oleh adanya pengertian realisme yang meliputi reproduksi tokoh-tokoh yang merupakan tipe dalam peristiwa yang khas pula.

Kritik Marxis Leninis
Pada tahun 1920-an, pada tahun-tahun awal setelah revolusi Rusia, sikap Soviet terhadap sastra dan seni sangatlah bijak dan bentuk-bentuk seni modern cukup terwadahi. Pada tahun 1930-an, negara mulai menerapkan kendali langsung terhadap sastra dan seni, serta bidang lainnya. Pada Kongres Penulis Soviet pertama tahun 1934, pandangan-pandangan liberal dilarang dan ortodoksi yang baru dipaksakan, berdasar pada tulisan-tulisan Lenin ketimbang tulisan Marx dan Engels. Pada tahun 1905, Lenin berargumen “sastra harus menjadi sastra partai ... Sastra menjadi bagian dari pekerja partai demokratik-sosial yang terorganisasi, metodik, dan bersatu”. Pandangan khas Lenin yaitu :
·         Sastra terikat dengan kelas-kelas yang terdapat dalam masyarakat tertentu
·         Karya sastra selalu mencerminkan realitas konflik kelas di masyarakat tertentu
·         Setiap sastrawan bertugas menjadikan karyanya agar turut menggerakkan perubahan sosial dalam pembangunan masyarakatnya
·         Setiap karya sastra harus memenuhi tiga syarat yang ditetapkan partai, yakni: a) berfungsi sosial, b) mengabdi kepentingan rakyat banyak, dan c) menjadi bagian dari aktivitas partai komunis, dan
·         Satu-satunya aliran sastra yang boleh diikuti pengarang adalah realisme sosialis yang berprinsip: a) karya sastra menyajikan tafsir tentang hubungan dialektis dalam masyarakat (realisme) dan b) karya sastra mendukung perjuangan partai komunis untuk membangun masyarakat baru yang lebih adil yang menerapkan ideologi sosialisme.

Kritik Marxis “Engels”
Tahun 1930-an kritik Engels muncul dalam bentuk eksil maupun bentuk terpinggirkan, maupun underground. Menurut Engels sastra adalah tiruan proses sosial, tetapi hubungan antara isi sastra lebih kaya dan samar-samar dibandingkan dengan isi politik dan ekonomi. Tendensi politik dalam penulis dalam sastra harus disajikan secara tersirat saja. Semakin tersembunyi pandangan penulis semakin bermutulah karya yang ditulisnya itu.
Anggota kelompok formalis Rusia yang dilarang oleh partai muncul tahun 1920-an, yang terkenal yaitu Victor Shklovsky, Boris Tomashevsky, dan Boris Eichenbaum yang karyanya disebut dalam Russian Formalist Criticism: Four Essays. Gagasan mereka meliputi kebutuhan akan analisis formal detail sastra, sebuah faham bahwa sastra mempunyai prosedur dan efek karakteristiknya sendiri, dan bukan sekedar merupakan versi bahasa biasa dan gagasan Shklovsky yang mengklaim bahwa salah satu dari efek-efek utama bahasa sastra adalah membuat dunia yang familiar menjadi tampak baru. Menurut Tomashevsky kisah merupakn susunan aktual (mungkin juga imajiner) peristiwa-peristiwa sebagaimana akan terjadi, sementara alur merupakan representasi artistik dari peristiwa-peristiwa ini, yang mungkin melibatkan penyusunan ulang, penyejajaran, pengulangan, dan sebagainya, dalam rangka menekankan efeknya dalam karya sastra. Tahun 1950-an dan 1960-an gagasan ini diminati oleh para pemula strukturalisme karena penekanan mereka pada pembedaan antara bahasa dan kenyataan, dan pada sastra sebagai satu set prosedur dan struktur sistematik.
Mikhail Bakhtin tetap tinggal di Rusia, tapi yang lainnya di buang dan meneruskan karyanya di luar Rusia. Ahli Linguistik Roman Jakobson (1896-1982) meneruskan tulisannya dan mendirikan lingkaran Linguistik di Praha yang beranggotakan Rene Wellek, dan Jakobson yang menjadi sosok penting dalam pergerakan “Kritik Baru”. Di Jerman juga terpengaruh formalisme Rusia,dimana berdiri Institut Estetika Marxis Frankurt yang berdiri pada tahun 1923.

 Massa Kini    : Pengaruh Althusser
Louis Althusser memperkenalkan konsep overdeterminism tentang efek yang      muncul dari berbagai sebab, yaitu dari beberapa sebab yang beraksi secara bersamaan, ketimbang dari faktor yang tunggal (ekonomi). Louis Althusser mempertimbangkan antara sastra dan ideologi. Ideologi menurut Althusser merupakan sistem representasi (citraan, mitos, gagasan atau konsep menurut kasusnya) yang memiliki logika dan kekerasan layaknya sendiri yang diberkati dengan keberadaan dan peran historis di tengah masyarakat tertentu.
Sastra  juga menggambarkan ideologi tapi ada sekat antara keduanya. Dengan demikian, membiarkan pembaca itu untuk memperoleh suatu kesadaran ideologis dimana ia disandarkan.
Althusser memodifikasi teori marxis menjadi lebih sosiologis sekaligus psikologis, menempatkan individu dibawah pengaruh sosial, lebih tepatnya menempatkan manusia dibawah pengaruh struktur, sembari menggali jauh ketidaksadaran dalam kepribadian.

Yang dilakukan kritikus Marxis
1.      Membuat pembagian antara isi karya sastra yang tampak dan yang tersembunyi dan kemudian menghubungkan topik permasalahan karya sastra yang tampak dengan tema-tema Marxis , seperti perjuangan kelas, kemajuan masyarakat melalui tahapan sejarah yang beragam seperti transisi dari feodalisme ke kapitalisme industri.
2.      Menghubungkan konteks sebuah karya dengan status kelas sosial penulis. Konsep ini sama dengan kritik psikoanalisis bahwa penulis tidak sadar dengan hal-hal yang tepatnya ia katakan atau ia bongkar dalam teks.
3.      Menjelaskan sifat dari keseluruhan genre sastra dalam kerangka periode sosial yang “memproduksinya”. Misalnya The Rise of the Novel oleh Ian Watt menghubungkan pertumbuhan novel pada abad 18 dengan ekspansi kelas menengah selama periode itu. Novel tersebut “berbicara” untuk kelas sosial ini, misalnya tragedi yang “berbicara” untuk monarki dan kebangsawanan, dan balada yang “berbicara” untuk “kelas pekerja” di daerah pedesaan dan semi urban.
4.      Menghubungkan karya sastra dengan asumsi-asumsi sosial ketika ia “dikonsumsi”, strategi yang digunakan umumnya dikenal sebagai materialisme kultural.
5.      “Politisasi bentuk sastra” yaitu bentuk-bentuk sastra  dengan sendirinya ditentukan oleh situasi politik. Misalnya dalam pandangan beberapa kritikus, realisme sastra membawa pengesahan implisit terhadap struktur sosial konservatif: bagi kritikus lainnya, kerumitan bentuk dan metrik sebuah sonata dan iambic pentameter merupakan pasangan dari stabilitas sosial, tata krama, dan keteraturan.  

  Analisis novel :
Judul novel   : Habibie & Ainun
Penulis          : Bacharuddin Jusuf Habibie
Buku ini berkisah tentang kisah cinta abadi antara Habibie dan Ainun. Di bab III menceritakan hari-hari mereka di OberforstbachE. Habibie mendapat gaji termasuk tunjangan 680Euro yang cukup untuk hidup seorang diri tapi sangat terbatas untuk rumah tangga baru. Kehidupan sehari-hari Habibie dan Ainun pas-pasan, pada tahun-tahun pertama Habibie dan Ainun harus irit karena biaya hidup yang tinggi di kota itu.
                        Karena apartemen yang mereka sewa sempit dan harga sewa yang mahal maka mereka memutuskan untuk pindah keluar kota Aachen di mana harga sewa jauh lebih rendah dibandingkan tempat sebelumnya. Habibie setiap hari pulang balik Oberforstbach dan Aachen. Untuk menghemat, Habibie berjalan kaki melalui kuburan. Tahun 1962 Habibie mengandung anak pertama dan mereka mulai memikirkan banyaknya dana yang harus dikeluarkan untuk persiapan lahirnya anak pertama mereka. Karena keadaan ekonomi yang sulit ini, maka Habibie juga memutuskan bekerja di perusahaan pembuat gerbong kereta api bernama Talbot. Karena motivasi Ainun Habibie bisa menghasilkan karya-karya mutakhir, seperti konstruksi ringan untuk merekayasa gerbong yang ringan, dasar perhitungan untuk rekayasa kapal selam, dan sebagainya.
Karena kerja kerasnya dan motivasi dari sang istri Ainun, Habibie bisa menyelesaikan tesis S3-nya sampai Habibie menjadi presiden Republik Indonesia ke-3.
Di novel ini memberi pembaca motivasi untuk menghadapi tantangan, mengambil resiko.

 Lampiran :
Sinopsis novel Habibie dan Ainun
Ini adalah kisah tentang apa yang terjadi bila kau menemukan belahan hatimu. Kisah tentang cinta pertama dan terakhir. Kisah tentang presiden ketiga bangsa Indonesia dan ibu negara, Ainun.
Rudy Habibie seorang jenius ahli pesawat terbang yang punya mimpi besar: berbakti pada bangsa Indonesia dengan membuat truk terbang untuk menyatukan Indonesia , sedangkan Ainun adalah seorang dokter muda cerdas yang dengan jalur karir terbuka lebar untuknya.
Pada tahun 1962, dua kawan SMP ini bertemu lagi di Bandung. Habibie jatuh cinta seketika pada Ainun yang baginya semanis gula. Tapi Ainun, dia tidak hanya jatuh cinta, dia iman pada visi dan mimpi Habibie. Mereka menikah dan terbang ke Jerman.
Punya mimpi tak akan pernah mudah. Habibie dan Ainun tahu itu. Cinta mereka terbangun dalam perjalanan mewujudkan mimpi. Dinginnya salju Jerman, pengorbanan, rasa sakit, kesendirian, serta godaan harta dan kuasa saat mereka kembali ke Indonesia mengiringi perjalanan dua hidup menjadi satu. Bagi Habibie, Ainun adalah segalanya. Ainun adalah mata untuk melihat hidupnya. Bagi Ainun, Habibie adalah segalanya, pengisi kasih dalam hidupnya. Namun setiap kisah mempunyai akhir, setiap mimpi mempunyai batas. Kemudian pada satu titik, dua belahan jiwa ini tersadar : apakah cinta mereka akan terus abadi?.
Kebahagiaan dan kedamaian keluarga Habibie dan Ainun terkena badai, saat Ainun diketahui mengidap penyakit berat dan sudah memasuki stadium lanjut. Walau sudah menjalani 12 rangkaian operasi, namun ketentuan Allah SWT memanggil hamba-Nya, mengakhiri upaya tak kenal menyerah disertai kesetiaan Habibie mendampingi Ainun sampai ajal menjemput sang istri. 

Sumber :
Barry, Peter. Begining Theory, an introduction to Literatery and Cultural Theory. (Manchester University Press: Manchester, 1995).
Jusuf Habibie, Bacharuddin. 2010. Habibie dan Ainun. Jakarta: PT. THC Mandiri.
http://isra28blog.blogspot.com/2013/11/resensi-novel-habibie-ainun.html

FASHION MAHASISWA FIB

Thursday 3 December 2015



FASHION MAHASISWA FIB
(Melongok Trend Fashion Mahasiswa Sastra Indonesia)

Dengan kemajuan zaman yang begitu pesat, ternyata bukan hanya teknologi  yang mampu mengubah dunia dan kehidupan masyarakat. Sadar atau tidak sadar, kita telah banyak melakukan perubahan gaya hidup untuk mengimbangi perkembangan zaman saat ini yang semakin modern dan maju. Seperti halnya mahasiswa, tentu saja sebagai kaum muda masa kini pastinya selalu update dengan gaya (style). Hal ini sangat wajar terjadi, karena jika mereka tidak update dan mengikuti perkembangan fashion saat ini maka akan dianggap kampungan.
Menjadi mahasiswa memang menyenangkan, masa dimana kita mencari jati diri yang sebenarnya, masa dimana kita beranjak menjadi dewasa. Gaya Mahasiswa tentu berbeda dengan gaya dibangku sekolah pada umumnya, baik dalam segi gaya belajar maupun dari gaya berpakaian (fashion). Saat masih dibangku sekolah, seragam di aatur oleh peraturan yang berlaku disekolah, lain halnya ketika sudah menjadi mahasiswa seragam tidak lagi diatur oleh sekolah maupun kampus.
Akhirnya dengan kebebesan berpakaian seperti ini, mahasiswa terkadang berpenampilan yang berlebihan layaknya seorang artis. Sehingga tidak jarang kita temui mahasiswa tidak bisa mengatur keuangannya, terlalu boros dan suka membeli sesuatu yang tidak begitu penting. Rela mengutang sana-sini demi untuk membeli pakaian yang lagi nge-trend. Tampaknya kenyataan ini, bukan hanya terjadi dan menggila di kota-kota besar seperti Jakarta. Di Kota Kendari pun sebagai kota kecil yang masih cukup jauh dengan Jakarta, ikut dikuasai dengan perkembangan fashion saat ini.
Tidak hanya mahasiswa-mahasiswa di Jakarta yang mengubah fungsi pakaian menjadi sesuatu yang bernilai estetika. Mahasiswa-mahasiswa di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo Kendari pun ternyata ikut andil. Hal itu ditampilkan dalam aneka busana ketat serta berbagai kemeja dan tas yang sering dipakai oleh mahasiswa FIB.
Memang tidak bisa dipungkiri lagi, mahasiswa kini telah menjadi hamba dari gaya hidupnya sendiri, terperangkap dengan lingkaran setan konsumerisme yang terus meluas. Betapa cukup familiar  dibenak mahasiswa FIB ketika menyebut Armani, Vercase, Guess, Dolce & Gabbana.
Belum lagi mode sepatu dan tas seperti Louise Vuiton, Gucci, Prada, Nevada,Fladeo, FLD, ST Yves. Dan tidak ketinggalan pula merek parfum yang sering diburu-buru Calvin Clein, Kenzo,Coco Channel, Escada, Paris Hilton, J-lo dan Kylie Minogue dan lain-lain.
Tak terkecuali dengan  mahasiswa Sastra Indonesia. Trend tas samping dan sepatu pun menjamur bak cendawan dimusim hujan. Semuanya seolah ditampilkan untuk saling bertanding dan bahkan terkesan tak mau kalah. Sehingga trend fashion saat ini secara tidak langsung  menentukan status dan strata social seseorang.
Lalu, inikah yang disebut “mahasiswa”. Mengartikan kampus hanya sebagai tempat untuk beradu fashion,sebagai tempat trendi-trendian dan tempat tebar pesona. Sejatinya pendidikan tinggi (Universitas), merupakan ladang lahirnya kader-kader intelektual. Bukan menjadi ladang lahirnya kader-kader konsumtif dan hedonisme.
Trend Fashion memang menjadi salah satu gejala social yang berkembang ditengah-tengah masyarakat. Dengan adanya perkembangan tesebut tersebut telah membuat banyak orang mendirikan department store dan toko-toko fashion yang lain. Belum lagi dengan adanya internet. Tanpa disadari internet menjadi factor penentu penyebarluasan trend fashion.
Tentu saja segala informasi tentang fashion terbaru akan cepat ter-ekspos dimedia social. Sehingga memang sebagai mahasiswa sangat sulit untuk kemudian menghindar dari perkembangan trend fashion saat ini. Imbasnya pun terhadap mahasiswa, mahasiswa akhirnya memiliki kecenderungan dan kegemaran membelanjakan kiriman orang tuanya yang seharusnya dipergunakan untuk memenuhi biaya perkuliahan.
Fashion dan berpenampilan menarik itu memang penting, tapi kalau kita terlalu memaksakan dan membuang-buang uang untuk membeli pakaian terus menerus juga tidak baik. Karena, menarik itu tidak hanya dinilai dari penampilan luar tapi juga dari dalam diri kita sendiri.
Seharusnya sebagai seorang mahasiswa harus lebih giat belajar daripada suka membeli barang-barang mahal hanya untuk keperluar fashion dan sebagainya. Tampil menarik itu tidak harus dengan berpakaian mahal , tidak harus memakai pakaian yang up to date , tapi semua itu tergantung bagaiaman kita memadukan pakaian dan penampilan kita itu sendiri.



MIRIS, PUNYA GEDUNG FAKULTAS BARU TAPI (KOK) MASIH NUMPANG ?

Friday 20 November 2015


PUISI SETITIK NILA

Thursday 12 November 2015

SETITIK NILA
Oleh : Isbul Ansari


Pernah sekali..
Bukan hanya sekali
Tetapi berulang kali
Rasa dan asa membumbung 

Menyeruak rindu yang tak bersekat

Jika diizinkan kembali, akan kupintal kembali waktu itu

kupandangi wajahmu dengan penuh cinta dan kerinduan
Tetapi sadar, aku  manusia biasa. 

Kekasihmu saja tak dapat melihat wujudmu, 
Apalagi aku..
Aku hanya setitik nila 


28/10/2015

PUISI DAN UNSURNYA

Tuesday 10 November 2015