Penulis Indonesia yang mendunia

Penulis Indonesia yang mendunia

MAKALAH SASTRA LISAN MASA KINI

Thursday 5 November 2015



Tugas
SASTRA LISAN
“Sastra Lisan Pada Masa Kini”





Oleh :
Kelompok VI (Ganjil)
Dwi Ris Ayuningsih Haris (N1A414121)
Yustika Ikram (N1A414011)
Haryani (N1A414075)
Samlena (N1A414097)
Asmanita (N1A414
LM. Jamil (N1A414   )


PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015
KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-Nya makalah yang berjudul “Sastra Lisan Pada Masa Kini” ini dapat kami selesaikan.

            Dalam penyelesaian Makalah ini kami banyak mengalami kesulitan, terutama saat mengumpulkan materi tentang Sastra Lisan Pada Masa Kini. Namun berkat kerjasama kelompok kami, akhirnya makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

            Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, kami mohon maaf jika ada kesalahan kata atau kalimat dalam pembuatan makalah ini. Dan kami berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua.




Penulis,  November 2015

                                                                                   












DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii

      BAB I  PENDAHULUAN
    1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 3
    1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 4
    1.3 Tujuan dan Manfaat.................................................................................... 4

      BAB II PEMBAHASAN
    2.1 Pengertian dan Jenis-jenis Sastra Lisan ...................................................... 5
    2.2 Ciri-ciri Sastra Lisan.................................................................................6-7
    2.3 Fungsi Sastra Lisan .................................................................................... 8
    2.4Perkembangan Sastra Lisan pada Masa Kini............................................... 9
    2.5 Cara melestarikan Sastra Lisan pada Masa Kini......................................... 10

BAB III PENUTUP
   3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 11
   3.2 Saran ............................................................................................................ 11

DAFTAR PUSTAKA







BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa, budaya, adat istiadat, agama, dan bahasa. Keberagaman suku bangsa di nusantara menghadirkan bentuk-bentuk  kebudayaaan dan tradisi yang berbeda pada setiap komunitas masyarakat di wilayahnya.
Sastra Lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Sastra lisan merupakan kajian yang menarik jika kita mampu menelusuri lebih dalam tentang sebuah sastra lisan. Banyak hal yang terkandung dalam sebuah sastra lisan, tidak hanya mencakup makna simbolik, fungsi, serta nilai tetapi juga dapat kita kaji aspek strukturnya sebagaimana struktur dalam sebuah karya sastra. Seperti halnya dengan sebuah karya sastra.Sastra lisan dapat ditafsirkan sebagai langkah untuk memperoleh pesan, makna, dan fungsi.
 Sastra lisan yang sebagian besar tersimpan dalam ingatan orang tua atau pencerita yang diwarisi dan disebarkan secara turun temurun dari generasi ke generasi, berikutnya secara lisan yang seiring waktu berputar jumlahnya semakin berkurang.
Saat  ini perkembangan sastra lisan di Indonesia sangat kurang. Jadi yang menjadi perhatian kita sebagai generasi muda adalah tentang keberadaan sastra lisan yang ada di daerah kita. Banyak peneliti yang telah mengkaji sastra lisan yang ada di Indonesia, namun masih banyak juga sastra lisan yang terlewatkan oleh peneliti. Sudah seharusnya kita sebagai bagian dari masyarakat untuk melestarikannya agar jangan sampai semua itu luntur.

1.2 Rumusan Masalah
a)      Bagaimana keadaanSastra Lisan Pada Masa Kini ?
b)      Apa saja Jenis-jenis Satra Lisan pada masa kini ?
c)      Bagaimana Ciri-ciri Sastra Lisan pada masa kini ?
d)     Bagaimana Fungsi Sastra Lisan  pada masa kini?
e)      Bagaimana upaya melestarikan Sastra Lisan Pada Masa Kini ?

1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan
Sesuai dengan masalah di atas maka tujuan dalam makalah ini yaitu :
a)      Untuk menjelaskan keadaan sastra lisan masa kini
b)      Untuk menjelaskan jenis-jenis sastra lisan masa kini
c)      Untuk menjelaskan ciri-ciri sastra lisan masa kini
d)     Untuk menjelaskan fungsi sastra lisan masa kini
e)      Untuk mengetahui upaya yang dilakukan untuk melestarikan sastra lisan pada masa kini
            1.3.2 Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan dalam makalah ini yaitu:
a)      Sebagai bahan masukan dalam upaya mengembangkan sastra lisan pada masa kini.
b)      Sebagai upaya pelestarian budaya daerah dalam rangka nmengembangkan kebudayaan nasional.













BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Jenis-jenis Sastralisan
2.1.1 Pengertian Sastra Lisan pada masa kini
Istilah sastra lisan merupakan terjemahan dari bahasa Inggris oral literature. Sastra lisan adalah kesusastraan yang mencakup ekspresi kesusastraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dari mulut ke mulut. Sastra lisan tersebar dari mulut ke mulut, anonim dan menggambarkan kehidupan msayarakat pada masa lampau (Danandjaja dalam Rahmawati, 2014:9-10). Pendapat ini senada dengan pendapat Teeuw yang memberikan pemahaman bahwa karya sastra lisan tersebut berkembang dari mulut ke mulut. Hal ini berarti bahwa karya tersebut berkembang melalui komunikasi pendukungnya.
Sastra lisan merupakan karya sastra yang dapat kita temukan dalam masyarakat. Sastra lisan merupakan karya sastra yang beredar di masyarakat atau diwariskan secara turun-menurun dalam bentuk lisan. Sastra lisan berarti seni bahasa yang diwujudkan dalam pertunjukkan oleh seniman dan dinikmati secara lisan oleh khlayak, menggunakan bahasa dengan ragam puitika atau estetika masyarakat bahasanya ( Amir, 2013:77 ).
Sastra lisan sebagai ungkapan merupakan gabungan sastra dan lisan; karenanya dapat diberi batasan sastra yang disampaikan dan dinikmati secara lisan. Lord (dalam Amir, 2013:76) mengemukakan bahwa sastra lisan adalah sastra yang dipelajari, digubah, dan disebarkan secara lisan.
Sastra lisan adalah kekayaan budaya yang turut membentuk jati diri kita sebagai bangsa beradab. Begitu banyak nilai luhur yang terkandung dalam sastra lisan. Kita dapat menggali kembali nilai-nilai itu dari dongeng, kisah perjalanan suku, pantun, peribahasa, ungkapan, teka-teki, syair-syair lagu daerah, dll. Pada zaman modern ini, ketika kita berhadapan dengan arus globalisasi yang makin deras dan terus menawarkan nilai-nilai baru yang belum tentu cocok dengan kepribadian bangsa kita, sastra lisan sebagai suatu alternatif pencerahan dapat menjadi solusi yang tepat—obat mujarab untuk menyembuhkan penyakit zaman. Kearifan lokal yang terkandung di dalam berbagai jenis sastra lisan yang dikenal luas oleh masyarakat dapat dimanfaatkan untuk mencegah atau mengatasi persoalan dalam masyarakat.

2.1.2 Jenis-jenis Sastra Lisan
Di Indonesia, khususnya daerah Sulawesi Tenggara banyak sekali sastra lisan yang mungkin saja tidak kita sadari keberadaannya sebagai bentuk sastra. Sastra lisan bermacam-macam. Macam-macam dari sastra lisan ini antara lain sebagai berikut:
·         Bahasa rakyat seperti logat, julukan, pangkat tradisional, dan titel kebangsawanan.
·         Ungkapan tradisional seperti peribahasa, pepatah, dan pemeo.
·         Pertanyaan tradisional seperti teka-teki.
·         Puisi rakyat seperti pantun, gurindam, dan syair.
·         Cerita prosa rakyat sepeti mite, legenda, dan dongeng.
·         Nyanyian rakyat.

2.2 Ciri-ciri Sastra Lisan
Ciri-ciri sastra lisan yaitu :
1.      Anonim (tidak diketahui), sastra lisan tidak diketahui pengarangnya, pada mulanya pengarang tidak menyebutkan dirinya dalam karyanya tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa sastra lisan adalah milik bersama. Dan tidak ada pula masyarakat yang mengaku-ngaku telah memiliki sastra lisan tersebut. Contohnya: Wandiu-diu, Ando-andoke bhe Kapoluka, dan lain-lain, masyarakat tidak ada yang mengetahui siapa awal mula yang memiliki cerita tersebut.
2.      Milik bersama suatu kolektif, sastra lisan adalah milik masyarakat, bukan milik pribadi dari anggota masyarakat. Ciri anonim adalah bukti bahwa sastra lisan adalah milik bersama-sama yang seolah-olah diciptakan oleh masyarakat itu sendiri. Contoh : Kisah Malin Kundang. Cerita tersebut menjadi milik masyarakat Padang karena pelatarannya berada di Padang, Sumatera Barat. Bukan milik anggota masyarakat dari Sumatera Barat.
3.      Diwariskan secara lisan, kadang dengan mnemonic devices. Pewarisan sastra lisan ini adalah secara oral dan turun-temurun. Kadang juga dengan mnemonic devices yang artinya dengan menggunakan alat bantu gerak isyarat atau bantu pengingat agar masyarakat yang lain mudah memahami maksud dari cerita yang diceritakan tersebut. Hal ini dilakukan karena banyaknya masyarakat yang belum mengenal aksara sehingga sulit untuk menyampaikan pesan dan amanah yang terkandung dalam cerita. Contoh: penyebaran dakwah para wali songo yang menggunakan sastra lisan dalam dakwahnya, para guru atau petuah-petuah menyampaikan dan disampaikan dengan lisan agar dapat dipahami oleh masyarakat dengan mudah.
4.      Tradisional Sikap dan cara berfikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma, nilai dan adat kebiasaan yang ada secara turun-temurun. Contoh: dijadikan sebagai hiburan masyarakat tetapi tidak menyalahi adat.
5.      Bentuknya tetap, plot atau alur dan makna yangterkandung dalam sebuah cerita tersebut tetap dan tidak berubah. Sehingga keutuhan jalan cerita suatu sastra lisan tersebut sangat kuat dan berperan di dalam masyarakat. Contoh: kisah Malin Kundang. Dari awal cerita itu dikenal sampai sekarang isi ceritanya tidak ada perubahan dan tetap, begitu pula dengan amanat yang terkandung di dalamnya.
6.      Diwariskan dalam rentang waktu lama, sastra lisan diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya, dalam waktu yang relative lama, sastra ini bisa tersebar luas dikalangan masyarakat dengan mengandalkan keaktifan pencerita.
7.      Eksis dalam versi dan varian, karena kekreatifan si pencerita menyebabkan adanya sedikit banyak dari isi cerita mengalami perubahan, entah ditambahkan atau dikuranngi yang tanpa menyebabkan perubahan makna cerita, karena para pencerita mempunyai gaya masing-masing dalam menyampaikan amanah dari suatu cerita tersebut, sehingga menimbulkan beragam versi dan varian dalam cerita yang disampaikan. Contoh: kisah Wali Songo yakni ada yang mengatakan bahwa wali songo telah membunuh Syeikh Siti Jenar, sedangkan di versi cerita lain ada yang mengatakan bahwa Syeikh Siti Jenar belum meninggal, tapi masih hidup sampai sekarang. Perbedaan versi tersebut, tidak mengurangi amanah cerita yakni tidak ada makhluk yang seimbang dengan Tuhan apalagi mengaku Tuhan.
8.      Terdapat unsur interpolasi, suatu sastra lisan memiliki keterkaitan dengan keadaan masyarakat yang menjadi setting dari cerita tersebut. Kebanyakan cerita dari sastra lisan menggambarkan keadaan masyarakat tersebut dan membuka konsep-konsep kebudayaan yang berkembang pada masyarakat pada zaman itu. Contoh: cerita Malin Kundang menggambarkan adat masyarakat setempat yakni budaya merantau berlaku bagi anak laki-laki dewasa.
9.      Ada formula, ada banyak kreasi masyarakat yang berperan sebagai pencerita menambahkan atau membubuhkan kalimat yang pada mulanya tidak tertera dalam cerita. Tapi tidak mengandung unsur apa-apa. Formula-formula yang terdapat dalam cerita misalnya pesan cerita sebagai pendukung pencerita dan penarik perhatian pendengar cerita.
10.  Spontan, sastra lisan diturunkan tidak dengan unsure kesengajaan. Tetapi serta-merta, tanpa pikir panjang, tanpa rencana lebih dahulu. Biasanya awal mula pencerita menceritakan sastra lisan adalah dengan gaya seadanya. Misalnya dengan bersantai atau dengan memasukkan cerita dan menjadikan sebuah contoh dalam kegiatan belajar.
11.  Ada proyeksi keinginan, pencerita mempunyai peran penting dalam berkembangnya sastra lisan. Pencerita menurunkan atau mewariskan cerita tersebut adalah karena dengan doronga hati tanpa unsure penekanan atau tidak karena anjuran.
12.  Ada pola-pola tertentu, dalam cerita tersebut terdapat motif-motif atau unsure-unsur yang terdapat dalam cerita sehingga mempunyai gambaran luar biasa tetapi tetap menarik perhatian untuk tetap didengar dan dilestarikan.
13.  Menggunakan kalimat klise, pencerita cenderung banyak menirukan gaya bahasa atau gaya bercerita sesuai dengan siapa dan dari mana ia memperoleh cerita tersebut. Bahasa atau kalimat sering dijumapi sama atau identik denga cerita semula atau pencerita asal.
14.   Ada fungsi: a. Didaktik, yakni memiliki unsure pendidikan. Sastra lisan juga berfungsi sebagai media pendidikan masyarakat karena didalamnya terkandung berbagai amanah dan pesan penting yang juga harus dipahami oleh masyarakat. b.Pelipur lara,yakni sastra lisan berfungsi sebagai penghibur dalam masyarakat. Banyak berbagai sastra lisan yang bertema humoris dan mengandung unsure pelipur lara. Misalnya dongeng si kancil yang sangat humoris dan kental akan imajinasi. c. Protes sosial, yakni sastra lisan yang berkembang juga termasuk bentuk media pada jaman yang bersangkutan untuk menyampaikan apa yang menjadi aspirasi masyarakat. Sebuah cerite bisa mewakilkan isi hati masyarakat. d.      Sindiran, yakni sebuah ungkapan yang disampaikan oleh masyarakat dalam bentuk sastra lisan, misalnya lagu rakyat, pantun rakyat dan lain sebagainya.
15.  Bersifat pralogis, kadang kala dalam sastra lisan memiliki alur yang kompleks, akan tetapi dalam ceritanya juga mendahului dan melangkahi logika. Karena turun-temurun dan tanpa diketahui kebenarannya dengan pasti, banyak pula cerita mengandung jalan cerita yag tidak asuk akal dan diluar nalar dan ajaib. Misalnya: cerita Tangkuban Perahu yang ceritanya adalah sebuah perahu ditendang dan bisa menjadi gunung. Cerita tersebut sangat sulit dipercaya apabila terjadi di jaman yang sekarang ini.
16.  Berbentuk puisi, prosa(panjang-pendek) dan prosa berirama Sastra lisan memiliki berbagai jenis dan tersebar dalam masyarakat. Diantaranya folkstory, folktale, folkspeach,volkskunde, dan lain-lain. Contohnya: lagu rakyat misalnya lir-ilir, pantun-pantun rakyat yang menyebar di masyarakat dan dijadikan petuah dan lain-lain.
17.  Ada piranti paraklisme, ada petimbangan atau perbandingan dan saling berhubungan dengan zaman yang sekarang. Kebanyakan isi atau amanah dari sastra lisan adalah cerminan kehidupan masyarakat sekarang atau generasi berikutnya. Hal ini berperan untuk masyarakat pandai-pandai mencerna isi dan maksud dari amanah yag terkandung dalam sastra lisan agar tidak salah jalan dan salah pengertian.
18.  Berisi kearifan hidup universal isi dan amanat dari sastra lisan adalah menyinggung tentang kenyataan. Ajaran dan amanatnya adalah berlaku bagi semua kalangan dan patut dijadikan acuan untuk hidup oleh berbagai kalangan masyarakat. Amanatnya tidak berlaku hanya untuk satu golonga kaum saja tetapi menyeluruh.

2.3 Fungsi Sastra Lisan
a. Didaktik, yakni memiliki unsure pendidikan. Sastra lisan juga berfungsi sebagai media pendidikan masyarakat karena didalamnya terkandung berbagai amanah dan pesan penting yang juga harus dipahami oleh masyarakat.
b.Pelipur lara,yakni sastra lisan berfungsi sebagai penghibur dalam masyarakat. Banyak berbagai sastra lisan yang bertema humoris dan mengandung unsure pelipur lara. Misalnya dongeng si kancil yang sangat humoris dan kental akan imajinasi.
c. Protes sosial, yakni sastra lisan yang berkembang juga termasuk bentuk media pada jaman yang bersangkutan untuk menyampaikan apa yang menjadi aspirasi masyarakat. Sebuah cerite bisa mewakilkan isi hati masyarakat.
d. Sindiran, yakni sebuah ungkapan yang disampaikan oleh masyarakat dalam bentuk sastra lisan, misalnya lagu rakyat, pantun rakyat dan lain sebagainya.

2.4 Perkembanagan Sastra Lisan Masa Kini
            Sastra lisan merupakan fakta mental yang menggambarkan mimpi-mimpi, cita-cita, aspirasi, keinginan, harapan, keluh-kesah, dan sebagainya yang kesemuanya merupakan sistem pengetahuan masyarakat. Masyarakat pemiliknya mentransmisikan sastra lisan dari waktu ke waktu, dari generasi ke generasi, agar kandungan sastra lisan itu terinternalisasikan sebagai pedoman bagi hidup mereka dalam menyikapi tantangan kehidupan Dongeng, pantun, teka-teki, dan ungkapan merupakan jenis-jenis sastra lisan yang paling banyak contohnya:
·         Pada masa lalu

Berbicara tentang sastra lisan pada masa lalu, ketika di bawah terang bulan purnama, anak-anak SD di salah satu pelosok daerah, duduk melingkari api unggun dan membakar singkong. Sambil menunggu hingga singkong matang, kami mendongeng untuk mengisi waktu. Setiap anak laki-laki yang memperoleh kehangatan dari api unggun itu wajib mengisahkan sebuah dongeng secara bergantian, searah perputaran jarum jam. Anak-anak yang tidak bisa berdongeng bertugas membakar singkong untuk para pendongeng. Dongeng-dongeng yang diceritakan itu tentu bukan karangan anak-anak itu sendiri tetapi meraka dapatkan dengan gratis dari orang lain, entah dari orangtua mereka atau orang-orang dewasa yang gemar mendongeng. Jadi, telah terbentuk satu rantai dongeng yang tidak putus hingga generasi mereka. Setelah berdongeng, mereka lanjutkan dengan berteka-teki dengan ciri khasnya masing-masing anak.

·         Pada masa sekarang

Puluhan tahun telah berlalu dan hari ini bukan lagi kemarin; perubahan telah terjadi seiring dengan berjalannya waktu. Budaya menulis mulai mengemukakan dan terus mendesak budaya lisan, televisi telah mengisi panggung cerita dan tampaknya diyakini sanggup menghilangkan dahaga ingin tahu dengan seribu satu kisah yang tidak jarang membuat benak makin gersang. Para pelaku sastra lisan sepertinya telah kehilangan pengagum dan kehabisan kisah indah yang sanggup menarik minat pendengar mereka, yang lebih betah berlama-lama di depan ‘kotak ajaib’, atau asyik membaca komik asing yang laris bagai kacang goreng. Kenyataan ini membuat pelaku sastra lisan kehilangan selera untuk memelihara kisah lama dan mengemasnya dengan sampul baru agar tetap laris, seperti kacang tanah dari ladang sebelah desa yang setelah dikeringkan, dikemas dengan label ‘Kacang Super Gurih’ dari negeri sebelah. Dalam menggunakan bahasa daerah, kita mungkin sudah jarang menghiasi pembicaraan kita dengan pantun, yang struktur dan maknanya makin sulit dimengerti. Daripada malu karena disindir dengan ungkapan ‘sok pujangga lu’ lebih baik berbicara apa adanya saja, biar dangkal asal mudah dimengerti. Kemampuan berpantun daerah bila tidak diasah akan hilang dengan sendirinya. Ragam bahasa pantun yang sangat indah itu tidak akan sampai kepada generasi berikut bila tidak ada minat dan usaha nyata untuk mewariskannya.

2.5 Cara Melestarikan Sastra Lisan Masa Kini
Sebagai generasi muda kita memegang peran yang vital untuk kelangsungan sastra lisan yang ada di daerah. Peran penting untuk melestarikan budaya dan sastra lisan yang kita punya adalah dengan cara:
v  PEMERINTAH :

1.      Pemerintah harus lebih memperkenalkan dan mempromosikan kebudayaan-kebudayan bangsa Indonesia ke negara-negara lain melalui iklan di media televisi, media elektronik atau media cetak.
2.      Membuat pameran khusus produk local atau dalam negeri.
3.      Membuat acara pergelaran kebudayaan Indonesia di negara sendiri maupun di negara lain.

v  MASYARAKAT :
  1. Membawa bahasa dan budaya nasional menjadi budaya dan bahasa yang patut menjadi salah satu bahasa dan budaya internasional.
  2. Orangtua juga berperan sangat penting untuk memberikan pengajaran kebudayaan dan kesusastraan di Indonesia kepada anaknya.
  3. Menyaring budaya-budaya asing yang masuk dan mengambil hal-hal positif yang bisa memajukan kebudayaan dan kesusastraan Indonesia.
  4. Menanamkan rasa cinta tanah air.
  5. Menjadikan seni dan budaya daerah sebagai salah satu substansi atau materi pembelajaran dalam satu mata kuliah atau mata pelajaran.
  6. Membentuk dan memanfaatkan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) kesenian dari Indonesia contohnya tari dan musik tradisional, atau bahkan bahasa tradisional.
  7. Saling menghormati dan menghargai antar sesame masyarakat walaupun berbeda suku dan agama.
            Eksistensi kesusastraan dan kebudayaan di Indonesia yang semakin lama semakin tergerus oleh ekspansi budaya global. Bagaimana pun keadaanya kita harus melakukan berbagai hal dengan berbagai cara untuk mempertahankannya. Pelestarian sastra dan budaya daerah merupakan salah satu strategi kebudayaan yang perlu dan penting dilakukan.
Dengan adanya pemahaman terhadap sastra dan budaya daerah, kita akan dapat mengetahui dan menghormati adanya keanekaragaman budaya dalam masyarakat Indonesia, tidak terjebak pada etnosentrisme, sehingga kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis yang kita cita-citakan dapat terwujud.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sastra lisan sebagai bagian dari sastra daerah tetap relevan untuk masa kini dan masa depan karena mengandung nilai-nilai yang tak lekang oleh waktu. Oleh karena itu, para pemilik sastra lisan dan pemerintah diharapkan selalu bergandengan tangan dalam upaya pelestarian sastra lisan, yang turut memberikan sumbangsih bagi perkembangan sastra daerah dan Indonesia.
Jadi pelestarian dan kelestarian sastra lisan adalah tanggung jawab bersama, baik pemilik sastra maupun pemerintah .Untuk melestarikan sastra lisan, kiranya langkah-langkah berikut ini dapat ditempuh: (1) mendongeng kepada anak-anak sejak dini (misalnya ketika sebelum tidur); (2) memperkenalkan pantun dan teka-teki kepada generasi muda dan kalangan umum; (3) mengadakan pelatihan-pelatihan mendongeng kepada berbagai pihak, khususnya para orangtua; (4) menyelenggarakan perlombaan mendongeng dan berpantun; (5) memasukkan sastra lisan ke dalam kurikulum pendidikan dasar (sebagai muatan lokal).

3.2 Saran
Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila ada saran dan kritik yang ingin di sampaikan, silahkan sampaikan kepada kami. Apabila ada terdapat kesalahan mohon dapat mema'afkan dan memakluminya, karena kami adalah hamba Allah yang tak luput dari salah khilaf, Alfa dan lupa.

Wabillahi Taufik Walhidayah
Wassalamu Alaikum Warrahmatullahi wabarakatu





DAFTAR PUSTAKA

Amir, Adriyetti. 2013. Sastra Lisan Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Andi
Rahmawati. 2014. Ungkapan Tradisional. Kendari: Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara.
Teeuw, A. 1994. Antara Kelisanan dan Keberaksaraan. Jakarta: Pustaka Jaya
 .........1988. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.

No comments:

Post a Comment