Penulis Indonesia yang mendunia

Penulis Indonesia yang mendunia

MAKALAH SASTRA LISAN

Friday 6 November 2015





KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum. Wr. Wb.
            Kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya, sehingga kami penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Tidak lupa shalawat serta salam selalu kita curahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW yang telah membimbing umatnya di jalan yang benar.
            Kami ucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang sudah membantu dalam penyusunan makalah ini. Makalah ini kami susun berdasarkan tugas dari mata kuliah sastra lisan  yang berjudul “Eksistensi sastra lisan dalam kesusastraan indonesia”. Penyusunan makalah ini salah satunya bertujuan menambah pengetahuan kita tentang sastra lisan.

















DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................
A. Latar belakang..............................................................................
B. Rumusan masalah.........................................................................
C. Tujuan...........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
       A  Sejarah Perkembangan Sastra Lisan di Indonesia.......................
       B   Pengertian Kesusastraan dan Sastra Lisan.................................
       C  Ciri-ciri Sastra Lisan....................................................................
       D. Fungsi Kesusastraan Lisan..........................................................
       E  Nilai-Nilai yang Terkandung Dalam Sastra Lisan.......................
       F  Pengaruh Sastra Lisan Terhadap Kesusastraan Indonesia...........
       G  bentuk-bentuk karya sastra lisan di Indonesia sebelum abad ke-20              
BAB V PENUTUP.................................................................................
Kesimpulan..............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Perkembangan sastra di Indonesia maupun di dunia dimulai dari sastra lisan karena manusia mengenal tulisan setelah dia mengenal lisan. Akan tetapi, keberadaan sastra lisan semakin terpinggirkan karena perkembangan tradisi tulis yang sangat pesat. Padahal ada beberapa hal istimewa dari sastra lisan, mulai dari nilai-nilai yang terkandung hingga pengaruhnya terhadap kesusastraan Indonesia. Masyarakat Indonesia menghadapi dua fenomena budaya yang saling bedampingan dan bersinggungan (dalam hal kesusatraan), yaitu kebudayaan lisan-tradisional-kesukuan dan kebudayaan tulisan-modern-nasional (Taum, 2011:1). Kebudayaan kesusastraan lisan-tradisional-kesukuan adalah kebudayaan yang dituturkan dengan cara lisan, sedangkan kebudayaan kesusastraan tulisan-modern-nasional adalah kebudayaan yang dituturkan dengan tulisan.
Namun walaupun keduanya bersinggungan, keduanya juga saling berdampingan. Pada saat fenomena budaya lisan mendominasi, bukan berarti bahwa budaya tulisan tidak ada, tetapi fenomena budaya tulisan sangat sedikit. Hal ini dikarenakan saat itu banyak manusia yang masih buta aksara. Sebaliknya ketika fenomena budaya tulisan mendominasi, budaya lisan tidak hilang, tapi termarjinalkan. Termarjinalkannya budaya lisan karena banyak kalangan beranggapan bahwa kebudayaan lisan adalah sesuatu yang primitif. Padahal banyak nilai-nilai budaya yang terkandung dalam sastra lisan yang tidak diperhatikan.

B.     Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah kali ini yaitu:
1.      Untuk mengetahui sejarah singkat perkembangan kesusastraan lisan di Indonesia.
2.      Untuk mengetahui pengertian kesusastraan dan sastra lisan.
3.      Untuk mengetahui ciri-ciri yang melekat dalam kesusastraan lisan.
4.      Untuk mengetahui fungsi kesusastraan lisan.
5.      Untuk mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam sastra lisan.
6.      Untuk mengetahui pengaruh sastra lisan terhadap kesusastraan Indonesia modern
7.      Untuk mengetahui bentuk-bentuk karya sastra lisan di Indonesia sebelum abad ke-20

C.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini yaitu:
1.      Bagaimana sejarah perkembangan kesusastraan lisan di Indonesia?
2.      Apa pengertian dari kesusastraan dan sastra lisan?
3.      Seperti apa ciri-ciri sastra lisan itu?
4.      Apa fungsi dari kesusastraan lisan itu? 
5.      Nilai-nilai apa yang terkandung dalam sastra lisan?
6.      Bagaimana pengaruh sastra lisan terhadap kesusastraan Indonesia modern?
7.      Bagaimana bentuk- bentuk karya sastra lisan di Indonesia sebelum abad ke-20?










BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sejarah Perkembangan Sastra Lisan di Indonesia
Sastra lisan adalah kesusastraan yang mencakup ekspresi kesusastraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturunkan secara lisan (dari mulut ke mulut) (Hutomo, 1991:1). Jadi segala kebudayaan yang dituturkan secara lisan dan diwariskan dengan metode lisan termasuk dalam kajian sastra lisan, yang meliputi cerita rakyat, teka-teki rakyat, drama kerakyatan, syair, gurindam, dan lain sebagainya. Di Indonesia, pengumpulan bahan cerita rakyat, puisi rakyat, dan teka-teki rakyat dilakukan pada abad ke-19 (1850-1900) oleh para penyiar agama nasrani dari Eropa. Awal mulanya pada abad ke-17 mereka tidak punya kepentingan untuk meneliti kebudayaan (sastra lisan di dalamnya) di Indonesia. Akan tetapi pada abad ke-19, Nederlansch 2 Bijbelgenootschap atau Lembaga Alkitab Belanda menugaskan para penyiar agama nasrani untuk menerjemahkan kitab injil dalam berbagai bahasa Nusantara dan meneliti bahasa dan kesusastraan suku bangsa di Nusantara.
Selanjutnya pada awal abad 20, beberapa ahli antropologi dan ahli folklor seperti W. Schmidt, W.H Rasser, Jan de Vies, dan lain-lain, yang mengolah lebih lanjut bahan-bahan yang telah dikumpulkan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Setelah kemerdekaan, tulisan-tulisan cerita rakyat saling bermunculan di majalah, surat kabar, dan penulisan dalam bentuk buku. Oleh karena usaha tersebut kurang memuaskan, maka pemerintah membuat proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah yang dikerjakan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

B.     Pengertian Kesusastraan dan Sastra Lisan

Istilah kesusastraan berasal dari bahasa Sanskerta, yakni “Susastra”. “Su”  berarti “bagus” atau “indah”, sedangkan “sastra” berarti “buku, tulisan atau huruf”. Jadi, Susastra yaitu tulisan yang indah. Kesusastraan adalah segala hasil cipta manusia dengan bahasa sebagai alatnya yang indah dan baik isinya, sehingga dapat meningkatkan budi pekerti manusia.
Sastra berasal dari dua kata yaitu “sas” yang berarti memaparkan atau mengajarkan, dan "tra" berarti menyatakan alat. Jadi Sastra merupakan alat memaparkan atau mengajarkan (memaparkan atau mengajarkan melalui buku). Atau Sastra (Sanskerta: शास्त्र, shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sanskertaśāstra”, yang berarti "teks yang mengandung “instruksi” atau “pedoman”, dari kata dasar “śās” yang berarti “instruksi” atau “ajaran”. Sastra lisan merupakan jenis karya sastra yang diturunkan atau diwariskan secara oral melalui ungkapan-ungkapan.

C.     Ciri-ciri Sastra Lisan
Beberapa ciri-ciri yang melekat dalam kesusastraan lisan seperti:
1.      Pewarisan karya sastra yang dilakukan lewat oral, dari mulut ke mulut tanpa melewati proses penulisan.
2.      Karya-karyanya merupakan hasil karya masyarakat yang masih menggunakan corak kedesaan, di mana karya-karya tersebut sengaja dibuat menyerupai penggambaran daerah tempat karya sastra itu dihasilkan.
3.      Dengan tidak adanya penulis yang jelas, karya-karya sastra lisan cenderung dianggap sebagai karya sastra milik bersama suatu masyarakat tertentu sehingga tidak memungkinkan kita untuk mengklaim karya sastra tersebut sebagai hasil dan milik pribadi.
4.      Struktur kesusastraan tersebut seringkali bersifat puitis dengan perulangan yang sering terjadi. Perulangan-perulangan ini kemudian berfungsi sebagai alat untuk menjaga keaslian dari kesusastraan tersebut.
5.      Dalam kesusastraan lisan, fakta tidak begitu diperhatikan. Hal ini karena kebanyakan karya sastra lisan merangkat dari ide-ide imajinatif yang tidak berterima oleh logika masyarakat.
6.      Karya-karya sastra tersebut terdiri atas beberapa versi yang berbeda antara satu dengan lainnya. Hal ini terbentuk karena adanya pengaruh kreativitas yang dipengaruhi oleh si pencerita, sehingga seringkali para peneliti kesusastran kesulitan dalam menentukan karya mana yang merupakan karya original dan mana yang mengalami perubahan.
7.      Bahasa yang seringkali digunakan dalam pembentukan kesusastraan lisan ini adalah bahasa yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari.
8.      Karya-karya tersebut juga dianggap sebagai karya-sastra yang spontan yang terbentuk berdasarkan asas kesengajaan.
9.      Karya tersebut menggunakan pola-pola tertentu dengan sifat tetap yang digunakan untuk memproyeksikan keinginan dari penceritanya.

D.    Fungsi Kesusastraan Lisan
1.      Didaktik; kebanyakan karya sastra lisan mengandung nilai-nilai luhur yang berkaitan dengan adat istiadat ataupun agama tertentu. Nilai-nilai yang terkandung dalam kesusastraan lisan tersebutlah yang kemudian berfungsi sebagai pendidik masyarakat terhadap aturan-aturan yang terdapat dalam kehidupan bermasyarakat.
2.      Sastra sebagai pelipur lara; sastra lisan selain sebagai alat pendidik masyarakat juga digunakan sebagai penghibur masyarakat.
3.      Sastra lisan juga seringkali berfungsi sebagai bentuk protes sosial yang berisikan penolakan-penolakan masyarakat atas aturan-aturan yang mengikat mereka. Sehingga karya sastra yang mereka hasilkan lebih digunakan sebagai bentuk aspirasi masyarakat akan hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan sosial mereka.
4.      Sastra lisan sebagai Sindiran seringkali kita jumpai dalam bentuk pantun, lagu rakyat dan sebagainya.
Hutomo juga mengungkapkan (Hutomo, 1991:69-70) berbagai fungsi sastra lisan dalam masyarakat, yaitu:
a.       Sebagai sistem proyeksi pada bawah sadar manusia terhadap suatu angan. Pada fungsi ini, cerita memberikan jalan kepada pembaca untuk  bermimpi akan suatu hal.
b.      Sastra lisan berfungsi sebagai pengesahan kebudayaan. Pada fungsi kedua ini, cerita memberikan suatu jalan keluar dari pertanyaan masyarakat tentang asal-usul dari suatu upacara, tempat, dan lain sebagainya.
c.       Sastra lisan  berfungsi sebagai alat pemaksa berlakunya norma sosial dan sebagai alat pengendali sosial. Jadi sastra lisan berusaha membatasi atau bahkan mengendalikan suatu norma dalam masyarakat agar tidak terjadi disintergrasi di dalamnya.
d.      Sebagai alat pendidikan anak. Di sini sastra lisan digunakan untuk mendidik dan membentuk anak agar memiliki ykepribadian yang baik.

E.     Nilai-Nilai yang Terkandung Dalam Sastra Lisan

Nilai yang terkandung dalam sastra lisan adalah hal-hal yang berupa nilai yang bisa dijadikan acuan perilaku hidup dalam kehidupan sehari-hari yang terdapat di dalam karya sastra, yakni:
·         Nilai Sosial => Kaitannya dengan hubungan antar manusia.
·         Nilai Psikologis => Kaitannya dengan kejiwaan atau psikologis manusia.
·         Nilai Religius (keagamaan) => Kaitannya dengan hal-hal keagamaan.
·         Nilai Historia (kesejarahan) => Kaitannya dengan peristiwa-peristiwa sejarah.
·         Nilai Filosofis => Kaitannya dengan filsafat dalam kehidupan manusia.
·         Nilai Moral (etika) => Kaitannya dengan moral perilaku manusia.
·         Nilai Pendidikan (edukatif) => Kaitannya dengan permasalahan-permasalahan pendidikan manusia.
·         Nilai Budaya => Kaitannya dengan budaya atau kebiasaan atau tradisi yang berlangsung di dalam masyarakat.
·         Nilai Ekonomi => Kaitannya dengan perdagangan, status ekonomi atau permasalahan-permasalahan ekonomi masyarakat.

F.      Pengaruh Sastra Lisan Terhadap  Kesusastraan Indonesia  Modern

Kesusastraan Indonesia modern banyak dipengaruhi oleh kesusastraan barat, seperti kesusastraan periode Pujangga Baru yang dipengaruhi oleh kesusastraan Belanda angkatan 80-an. Hal ini disebabkan karena adanya keinginan untuk berinovasi dan adanya kontak langsung dengan budaya baru. Akan tetapi, ada beberapa sastrawan yang mencoba menghidupkan kembali sastra lisan, misalnya Sutardji Calzoum Bachri. Pada tahun 1970-an Sutardji Calzoum Bachri mulai membuat puisi lisan lama yaitu mantra.
Mantra adalah nyanyian suku primitif pada zaman pra-sejarah yang digunakan untuk membangkitkan tenaga sihir dan magis. Berikut adalah salah satu sajak Sutardji Calzoum Bachri yang berbentuk mantra.

Amuk
….aku bukan penyair sekedar
aku depan
depan yang memburu
membebaskan kata memanggilMu
pot pot pot
pot pot
kalau pot tak mau pot
biar pot semau pot
mencari pot
pot
Hei kau dengar manteraku
kau dengar kucing memanggilMu
izukalizu
pot
Hei Kau dengar manteraku
kau dengar kucing memanggilMu
Izukalizu mapakazaba itasatali
tutulita papaliko arukabazaku kodega
zuzukalibu
tutukaliba Dekodega zamzam lagotokoco
zukuzangga
zegezegeze zukuzangga zegezegeze aahh…!
Nama kalian bebas carilah tuhan semaumu

Rachmat Djoko Pradopo (Pradopo, 1995:51) menjelaskan bahwa ciri estetik suatu mantra mempergunakan sarana kepuitisan berupa: ulangan kata, ulangan frasa atau kalimat  berupa pararelisme, dikombinasikan dengan hiperbola, dan enumerasi untuk mendapatkan efek yang sebanyak-banyaknya. Di samping itu juga digunakan kata-kata yang secara linguistik tak berarti. Dari sajak di atas, dapat dilihat bahwa Sutardji menggunakan ulangan kata seperti kata “pot”, ulangan frase seperti frase “kau dengar kucing memanggilMu”, dan kata-kata tak berarti seperti “tutulita papaliko arukabazaku kodega”.
Selain puisi, dunia cerpen Indonesia juga terlihat adanya pengaruh dari sastra lisan. Hal ini terlihat pada cerpen berjudul : “Teman Duduk” karya M. Kasim dan cerpen berjudul “Kawan Bergelut” karya Suman HS. Kedua cerpen tersebut masih berakar pada khasanah sastra tradisional Indonesia yang bercirikan jujur, segar, jernih, optimis, dan sederhana. Selanjutnya, jenis sastra Indonesia modern lain yang dipengaruhi oleh sastra lisan adalah novel atau roman. Dalam perkembangannya yang relatif lamban, pengaruh sastra lisan terhadap novel atau roman Indonesia terletak pada alurnya yang bersifat kronologis. Taum (Taum, 2011:60) beranggapan bahwa hal ini dikarenakan novel Indonesia masih sukar menerima sesuatu yang baru dan memilih untuk bertahan dengan konvensi tradisional.
Novel-novel yang bersifat kronologis banyak didominasi oleh periode Balai Pustaka dan Pujangga Baru. Sebagai contoh novel yang beralur kronologis adalah novel Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar. Novel ini bercerita tentang cinta yang tak sampai antara dua anak muda yaitu Aminuddin dan Mariamin karena terhalang restu orang tua. Mereka saling mencintai sejak di bangku sekolah. Akan tetapi, akhirnya mereka harus kawin dengan orang yang bukan pilihannya sendiri. Keputusan ini berakibat tak ada kebahagiaan dalam hidup mereka. Tokoh Mariamin mati muda karena merana setelah cerai dengan suami yang tidak dia cintai. Dari sinopsis tersebut dapat dilihat bahwa alur dalam novel “Azab dan Sengsara” adalah kronologis. Hal ini dikarenakan tahapan dalam novel tersebut adalah perkenalan, permunculan masalah, konflik, klimaks, antiklimaks,  penyelesaian.
G.     Bentuk-bentuk Karya Sastra Lisan di Indonesia sebelum abad ke-20
a)      Syair adalah puisi atau karangan dalam bentuk terikat yang mentingkan irama sajak.
b)      Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara. Lazimnya pantun terdiri atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan), bersajak akhir dengan pola a-b-a-b (tidak boleh a-a-a-a, a-a-b-b, atau a-b-b.
c)      Gurindam adalah satu bentuk puisi Melayu lama yang terdiri dari dua baris kalimat dengan irama akhir yang sama, yang merupakan satu kesatuan yang utuh.
d)     Hikayat adalah salah satu bentuk sastra prosa, terutama dalam Bahasa Melayu yang berisikan tentang kisah, cerita, dan dongeng. Umumnya mengisahkan tentang kehebatan maupun kepahlawanan seseorang lengkap dengan keanehan, kesaktian serta mukjizat tokoh utama.
         Selain itu juga bentuk karya sastra pada mana kesusastraan meliputi:
Ø  Puisi Lama :
1)      Mantra
              Mantra merupakan salah satu bentuk puisi asli Indonesia terdiri atas beberapa bait dengan rangkaian kata yang benilai ritmis. Bahasa mantra dianggap mengandung kekuatan magis, oleh karenanya tidak semua orang dizinkan membacanya kecuali ahlinya, yaitu pawang.
2)      Pantun
              Bentuk puisi asli Indonesia yang biasanya tiap bait terdiri atas empat baris yang dibagi atas dua baris pertama menampakan sampiran, dan dua baris berikutnya merupakan isi. Rimanya adalah a b a b.
Berburu ke padang datar
mendapat rusa belang kaki
Berguru kepalang ajar
bagai bunga kembang tak jadi

3)      Karmina atau Pantun kilat
Pantun terdiri atas 2 larik; 1 sampiran dan 1 isi.
Sudah gaharu cendana pula
Sudah tahu bertanya pula

4)      Talibun
Terdiri atas 6 larik: 3 sampiran, 3 isi.
Kalau anak pergi ke lepau
Yu beli belanak beli
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi merantau
lbu cari sanakpun cari
lnduksemang cari dahulu

5)      Seloka atau Pantun Berkait
Ada pertalian antar bait pantun yang satu dengan yang lainnya.
Lurus jalan ke Payakumbuh
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati tidak akan rusuh
Ibu mati bapak berjalan
Kayu jati bertimbal jalan
turun angin patahlah dahan
Ibu mati bapak berjalan
kemana untung diserahkan

6)      Gurindam
              Gurindam adalah puisi lama yang berasal dari Tamil (India). Tiap bait terdiri alas dua baris, berisi nasihat. Pengarang gurindam yang terkenal adalah Raja Ali Haji dengan karyanya yang berjudul Gurindam Dua Belas.
Kurang pikir kurang siasat
Tentu dirimu akan tersesat

Barang siapa tinggalkan sembahyang
Bagai rumah tiada bertiang

Jika suami tak berhati lurus
Istripun kelak memadi kurus

7)      Syair
              Merupakan puisi lama yang berasal dari Arab. Tiap bait terdiri atas empat baris. Tiap baris biasanya mempunyai delapan sampai dua belas silaba (suku kata). Isinya cerita dan rimanya adalah a a a a.
Bulan purnama cahaya terang
bintang seperti intan di karang
Pungguk merawan seorang-orang
Berahikan bulan di amah seberang

Pungguk becinta pagi dan petang
melihat bulan di pagar bintang
Terselap merindu dendamnya dating
dari saujana pungguk menentang.
Ø  Prosa Lama
      Prosa lama cenderung bersifat imajinatif, istanasentris, didaktif, anonim, dan bentuk serta isinya statis, sedangkan prosa baru bersifar realistis (melukiskan kenyataan sehari-hari), dinamis atau mengalami perubahan terus-menerus sesuai dengan pembahan masa, dan tidak anonim. Yang termasuk prosa lama ialah:
a.       Dongeng
           yaitu bentuk prosa lama yang semata-mata berdasarkan khayal dan disampaikan secara lisan. Dongeng terdiri atas: Fabel, legenda, sage, mite, epos, dan dongeng jenaka.
b.      Hikayat
           yaitu prosa lama yang isinya mengenai kejadian-kejadian di lingkungan istana, tentang keluarga raja.
Contoh:
·         Hikayat Hang Tuah
·         Hikayat Si Miskin
·         Hikayal Panca Tantra
·         Hikayat Panji Semirang
·         Hikayat Dalang Indra Kusuma
·         Hikayat Amir Hamzah
c.       Silsilah atau tambo
yaitu semacam sejarah, tetapi isinya sudah bercampur dengan khayalan sehingga banyak cerita yang tidak tercerna oleh pikiran sehat. Contoh:
·         Sejarah Melayu
·         HikayatRaja-raja Pasai
·         Sejarah Melayu-Bugis



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada pembahasan makalah ini yaitu:
Sastra Lisan adalah kesusastraan yang mencangkup ekspresi kesusastraan warga suatu kebudayaan, yang disebarkan dan diturunkan secara lisan  (dari mulut  kemulut) jadi segala kebudayaan yang diturunkan secara lisan dan diwariskan dengan dengan metode lisan termasuk dalam kajian lisan.
Cirri-ciri kesusastraan lisan: pewarisan karyanya lewat oral, bahasa yang digunakan yaitu bahasa percakapan sehari-hari, penciptanya tidak diketahui, fakta tidak terlalu dipentingkan, struktur kesusastraannya bersifat puitis, dan  karyanya merupakan hasil karya masyarakat.

B.  Saran
     Agar eksestansi sastra lisan dalam kesusastraan Indonesia tetap terjaga dan agar sastra lisan tidak terpinggirkan, maka sebagai generasi penerus, kita harus mengubah pola pikir yang menganggap bahwa kebudayaaan lisan itu adalah sesuatu yang primitive atau sesuatu yang hanya di lakukan oleh para orang terdahulu. Padahal kita tau bahwa pada zaman sekarang kebudayaan lisan sangat bagus di terapkan karena kita tau pada dasarnya sesuatu yang di lisankan akan lebih di ingat dan akan selalu berada dalam ingatan.









DAFTAR PUSTAKA
Danandjaja, James. 1984. Folklor Indonesia: Ilmu gossip, dongeng, dan lain-lain. Jakarta: Grafiti Pres.
Hutomo, Suripan Sadi. 1991. Mutiara yang terlupakan: Pengantar Studi Sastra Lisan. Surabaya: HISKI Jawa Timur.
Pradopo, Rachmat Djoko. 1995. Beberapa teori sastra, metode kritik, dan penerapannya. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Sumardjo, Jakob.  1992. Sinopsis Roman Indonesia. Cetakan ke-4. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Sutrisno, Mudji. 2013. Ranah-ranah kebudayaan. Cetakan ke-5. Yogyakarta: Kanisius.
Taum, Yoseph Yapi. 2011. Studi sastra lisan: sejarah, teori, metode, dan pendekatan disertai contoh penerapannya. Yogyakarta: Lamalera.
Teeuw, A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar teori sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.














No comments:

Post a Comment