KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum. Wr. Wb.
Kita
panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya,
sehingga kami penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Tidak lupa
shalawat serta salam selalu kita curahkan kepada junjungan kita Nabi besar
Muhammad SAW yang telah membimbing umatnya di jalan yang benar.
Kami
ucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang sudah membantu dalam penyusunan
makalah ini. Makalah ini kami susun berdasarkan tugas dari mata kuliah sastra
lisan yang berjudul “Eksistensi sastra
lisan dalam kesusastraan indonesia”. Penyusunan makalah ini salah satunya bertujuan
menambah pengetahuan kita tentang sastra lisan.
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR
ISI
BAB
I PENDAHULUAN.....................................................................
A.
Latar belakang..............................................................................
B.
Rumusan masalah.........................................................................
C.
Tujuan...........................................................................................
BAB
II PEMBAHASAN
A
Sejarah Perkembangan Sastra Lisan di Indonesia.......................
B
Pengertian Kesusastraan dan Sastra Lisan.................................
C
Ciri-ciri Sastra Lisan....................................................................
D. Fungsi Kesusastraan Lisan..........................................................
E
Nilai-Nilai yang Terkandung Dalam Sastra Lisan.......................
F
Pengaruh Sastra Lisan Terhadap Kesusastraan Indonesia...........
G
bentuk-bentuk karya sastra lisan di Indonesia sebelum abad ke-20
BAB
V PENUTUP.................................................................................
Kesimpulan..............................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Perkembangan
sastra di Indonesia maupun di dunia dimulai dari sastra lisan karena manusia
mengenal tulisan setelah dia mengenal lisan. Akan tetapi, keberadaan sastra
lisan semakin terpinggirkan karena perkembangan tradisi tulis yang sangat
pesat. Padahal ada beberapa hal istimewa dari sastra lisan, mulai dari
nilai-nilai yang terkandung hingga pengaruhnya terhadap kesusastraan Indonesia.
Masyarakat Indonesia menghadapi dua fenomena budaya yang saling bedampingan dan
bersinggungan (dalam hal kesusatraan), yaitu kebudayaan
lisan-tradisional-kesukuan dan kebudayaan tulisan-modern-nasional (Taum,
2011:1). Kebudayaan kesusastraan lisan-tradisional-kesukuan adalah kebudayaan
yang dituturkan dengan cara lisan, sedangkan kebudayaan kesusastraan
tulisan-modern-nasional adalah kebudayaan yang dituturkan dengan tulisan.
Namun walaupun
keduanya bersinggungan, keduanya juga saling berdampingan. Pada saat fenomena
budaya lisan mendominasi, bukan berarti bahwa budaya tulisan tidak ada, tetapi
fenomena budaya tulisan sangat sedikit. Hal ini dikarenakan saat itu banyak
manusia yang masih buta aksara. Sebaliknya ketika fenomena budaya tulisan
mendominasi, budaya lisan tidak hilang, tapi termarjinalkan. Termarjinalkannya
budaya lisan karena banyak kalangan beranggapan bahwa kebudayaan lisan adalah
sesuatu yang primitif. Padahal banyak nilai-nilai budaya yang terkandung dalam
sastra lisan yang tidak diperhatikan.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan
makalah kali ini yaitu:
1. Untuk
mengetahui sejarah singkat perkembangan kesusastraan lisan di Indonesia.
2. Untuk
mengetahui pengertian kesusastraan dan sastra lisan.
3. Untuk
mengetahui ciri-ciri yang melekat dalam kesusastraan lisan.
4. Untuk
mengetahui fungsi kesusastraan lisan.
5. Untuk
mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam sastra lisan.
6. Untuk
mengetahui pengaruh sastra lisan terhadap kesusastraan Indonesia modern
7. Untuk
mengetahui bentuk-bentuk karya sastra lisan di Indonesia
sebelum abad ke-20
C. Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah
yang terdapat dalam makalah ini yaitu:
1. Bagaimana
sejarah perkembangan kesusastraan lisan di Indonesia?
2. Apa
pengertian dari kesusastraan dan sastra lisan?
3. Seperti
apa ciri-ciri sastra lisan itu?
4. Apa
fungsi dari kesusastraan lisan itu?
5. Nilai-nilai
apa yang terkandung dalam sastra lisan?
6. Bagaimana
pengaruh sastra lisan terhadap kesusastraan Indonesia modern?
7. Bagaimana
bentuk- bentuk karya sastra lisan di Indonesia sebelum abad ke-20?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Perkembangan Sastra Lisan di Indonesia
Sastra lisan
adalah kesusastraan yang mencakup ekspresi kesusastraan warga suatu kebudayaan
yang disebarkan dan diturunkan secara lisan (dari mulut ke mulut) (Hutomo,
1991:1). Jadi segala kebudayaan yang dituturkan secara lisan dan diwariskan dengan
metode lisan termasuk dalam kajian sastra lisan, yang meliputi cerita rakyat,
teka-teki rakyat, drama kerakyatan, syair, gurindam, dan lain sebagainya. Di
Indonesia, pengumpulan bahan cerita rakyat, puisi rakyat, dan teka-teki rakyat
dilakukan pada abad ke-19 (1850-1900) oleh para penyiar agama nasrani dari
Eropa. Awal mulanya pada abad ke-17 mereka tidak punya kepentingan untuk
meneliti kebudayaan (sastra lisan di dalamnya) di Indonesia. Akan tetapi pada
abad ke-19, Nederlansch 2 Bijbelgenootschap atau Lembaga Alkitab Belanda
menugaskan para penyiar agama nasrani untuk menerjemahkan kitab injil dalam
berbagai bahasa Nusantara dan meneliti bahasa dan kesusastraan suku bangsa di
Nusantara.
Selanjutnya pada
awal abad 20, beberapa ahli antropologi dan ahli folklor seperti W. Schmidt,
W.H Rasser, Jan de Vies, dan lain-lain, yang mengolah lebih lanjut bahan-bahan
yang telah dikumpulkan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Setelah kemerdekaan,
tulisan-tulisan cerita rakyat saling bermunculan di majalah, surat kabar, dan
penulisan dalam bentuk buku. Oleh karena usaha tersebut kurang memuaskan, maka
pemerintah membuat proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah yang
dikerjakan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan.
B.
Pengertian Kesusastraan dan Sastra Lisan
Istilah kesusastraan berasal dari
bahasa Sanskerta, yakni “Susastra”. “Su” berarti “bagus”
atau “indah”, sedangkan “sastra” berarti “buku, tulisan atau huruf”. Jadi, Susastra yaitu tulisan yang
indah. Kesusastraan adalah segala hasil cipta manusia dengan bahasa sebagai
alatnya yang indah dan baik isinya, sehingga dapat meningkatkan budi pekerti
manusia.
Sastra berasal dari dua kata yaitu “sas” yang berarti memaparkan atau mengajarkan, dan "tra" berarti menyatakan alat.
Jadi Sastra merupakan alat memaparkan atau mengajarkan (memaparkan atau
mengajarkan melalui buku). Atau Sastra (Sanskerta:
शास्त्र,
shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta “śāstra”, yang
berarti "teks yang mengandung “instruksi” atau “pedoman”, dari kata dasar “śās”
yang berarti “instruksi” atau “ajaran”. Sastra lisan merupakan jenis karya
sastra yang diturunkan atau diwariskan secara oral melalui ungkapan-ungkapan.
C. Ciri-ciri
Sastra Lisan
Beberapa ciri-ciri yang melekat dalam kesusastraan lisan seperti:
1. Pewarisan karya sastra yang dilakukan lewat oral,
dari mulut ke mulut tanpa melewati proses penulisan.
2. Karya-karyanya merupakan
hasil karya masyarakat yang masih menggunakan corak kedesaan, di mana
karya-karya tersebut sengaja dibuat menyerupai penggambaran daerah tempat karya sastra itu dihasilkan.
3. Dengan tidak adanya penulis yang jelas, karya-karya
sastra lisan cenderung dianggap sebagai karya sastra milik bersama suatu
masyarakat tertentu sehingga tidak memungkinkan kita untuk mengklaim karya
sastra tersebut sebagai hasil dan milik pribadi.
4. Struktur kesusastraan tersebut seringkali bersifat puitis
dengan perulangan yang sering terjadi. Perulangan-perulangan ini kemudian
berfungsi sebagai alat untuk menjaga keaslian dari kesusastraan tersebut.
5. Dalam kesusastraan lisan, fakta tidak begitu
diperhatikan. Hal ini karena kebanyakan karya sastra lisan merangkat dari
ide-ide imajinatif yang tidak berterima oleh logika masyarakat.
6. Karya-karya sastra tersebut terdiri atas beberapa versi
yang berbeda antara satu dengan lainnya. Hal ini terbentuk karena adanya
pengaruh kreativitas yang dipengaruhi oleh si pencerita, sehingga seringkali
para peneliti kesusastran kesulitan dalam menentukan karya mana yang merupakan
karya original dan mana yang mengalami perubahan.
7. Bahasa yang seringkali digunakan dalam pembentukan
kesusastraan lisan ini adalah bahasa yang biasa digunakan dalam percakapan
sehari-hari.
8. Karya-karya tersebut juga dianggap sebagai karya-sastra
yang spontan yang terbentuk berdasarkan asas kesengajaan.
9. Karya tersebut menggunakan pola-pola tertentu dengan
sifat tetap yang digunakan untuk memproyeksikan keinginan dari penceritanya.
D. Fungsi
Kesusastraan Lisan
1.
Didaktik;
kebanyakan karya sastra lisan mengandung nilai-nilai luhur yang berkaitan
dengan adat istiadat ataupun agama tertentu. Nilai-nilai yang terkandung dalam
kesusastraan lisan tersebutlah yang kemudian berfungsi sebagai pendidik
masyarakat terhadap aturan-aturan yang terdapat dalam kehidupan bermasyarakat.
2.
Sastra sebagai pelipur lara; sastra
lisan selain sebagai alat pendidik masyarakat juga digunakan sebagai penghibur
masyarakat.
3.
Sastra lisan juga seringkali berfungsi
sebagai bentuk protes sosial yang berisikan penolakan-penolakan masyarakat atas
aturan-aturan yang mengikat mereka. Sehingga karya sastra yang mereka hasilkan
lebih digunakan sebagai bentuk aspirasi masyarakat akan hal-hal yang berkaitan
dengan kehidupan sosial mereka.
4.
Sastra lisan sebagai Sindiran
seringkali kita jumpai dalam bentuk pantun, lagu rakyat dan sebagainya.
Hutomo juga mengungkapkan (Hutomo,
1991:69-70) berbagai fungsi sastra lisan dalam masyarakat, yaitu:
a. Sebagai sistem proyeksi pada bawah
sadar manusia terhadap suatu angan. Pada fungsi ini, cerita memberikan jalan
kepada pembaca untuk bermimpi akan suatu hal.
b. Sastra lisan berfungsi sebagai
pengesahan kebudayaan. Pada fungsi kedua ini, cerita memberikan suatu jalan
keluar dari pertanyaan masyarakat tentang asal-usul dari suatu upacara, tempat,
dan lain sebagainya.
c. Sastra lisan berfungsi sebagai
alat pemaksa berlakunya norma sosial dan sebagai alat pengendali sosial. Jadi
sastra lisan berusaha membatasi atau bahkan mengendalikan suatu norma dalam
masyarakat agar tidak terjadi disintergrasi di dalamnya.
d. Sebagai alat pendidikan anak. Di
sini sastra lisan digunakan untuk mendidik dan membentuk anak agar memiliki ykepribadian
yang baik.
E. Nilai-Nilai yang
Terkandung Dalam Sastra Lisan
Nilai
yang terkandung dalam sastra lisan adalah hal-hal yang berupa nilai yang bisa
dijadikan acuan perilaku hidup dalam kehidupan sehari-hari yang terdapat di
dalam karya sastra, yakni:
·
Nilai Sosial => Kaitannya dengan
hubungan antar manusia.
·
Nilai Psikologis => Kaitannya dengan
kejiwaan atau psikologis manusia.
·
Nilai Religius (keagamaan) =>
Kaitannya dengan hal-hal keagamaan.
·
Nilai Historia (kesejarahan) =>
Kaitannya dengan peristiwa-peristiwa sejarah.
·
Nilai Filosofis => Kaitannya dengan
filsafat dalam kehidupan manusia.
·
Nilai Moral (etika) => Kaitannya
dengan moral perilaku manusia.
·
Nilai Pendidikan (edukatif) =>
Kaitannya dengan permasalahan-permasalahan pendidikan manusia.
·
Nilai Budaya => Kaitannya dengan
budaya atau kebiasaan atau tradisi yang berlangsung di dalam masyarakat.
·
Nilai Ekonomi => Kaitannya dengan
perdagangan, status ekonomi atau permasalahan-permasalahan ekonomi masyarakat.
F. Pengaruh Sastra
Lisan Terhadap Kesusastraan Indonesia Modern
Kesusastraan Indonesia modern banyak
dipengaruhi oleh kesusastraan barat, seperti kesusastraan periode Pujangga Baru
yang dipengaruhi oleh kesusastraan Belanda angkatan 80-an. Hal ini disebabkan
karena adanya keinginan untuk berinovasi dan adanya kontak langsung dengan
budaya baru. Akan tetapi, ada beberapa sastrawan yang mencoba menghidupkan
kembali sastra lisan, misalnya Sutardji
Calzoum Bachri. Pada tahun 1970-an Sutardji Calzoum Bachri mulai membuat
puisi lisan lama yaitu mantra.
Mantra adalah nyanyian suku primitif
pada zaman pra-sejarah yang digunakan untuk membangkitkan tenaga sihir dan
magis. Berikut adalah salah satu sajak
Sutardji Calzoum Bachri yang berbentuk mantra.
Amuk
….aku
bukan penyair sekedar
aku
depan
depan
yang memburu
membebaskan
kata memanggilMu
pot
pot pot
pot pot
kalau pot tak mau pot
biar pot semau pot
mencari pot
pot
Hei kau dengar manteraku
kau dengar kucing memanggilMu
izukalizu
pot
Hei Kau dengar manteraku
kau dengar kucing memanggilMu
Izukalizu mapakazaba itasatali
tutulita papaliko arukabazaku kodega
zuzukalibu
tutukaliba Dekodega zamzam
lagotokoco
zukuzangga
zegezegeze zukuzangga zegezegeze
aahh…!
Nama kalian bebas carilah tuhan
semaumu
Rachmat
Djoko Pradopo (Pradopo, 1995:51) menjelaskan bahwa ciri estetik suatu mantra
mempergunakan sarana kepuitisan berupa: ulangan kata, ulangan frasa atau
kalimat berupa pararelisme, dikombinasikan dengan hiperbola, dan
enumerasi untuk mendapatkan efek yang sebanyak-banyaknya. Di samping itu juga
digunakan kata-kata yang secara linguistik tak berarti. Dari
sajak di atas, dapat dilihat bahwa Sutardji menggunakan ulangan kata seperti
kata “pot”,
ulangan frase seperti frase “kau dengar kucing memanggilMu”, dan
kata-kata tak berarti seperti “tutulita papaliko arukabazaku kodega”.
Selain
puisi, dunia cerpen Indonesia juga terlihat adanya pengaruh dari sastra lisan.
Hal ini terlihat pada cerpen berjudul : “Teman
Duduk” karya M. Kasim dan cerpen berjudul “Kawan Bergelut” karya Suman HS. Kedua cerpen tersebut masih
berakar pada khasanah sastra tradisional Indonesia yang bercirikan jujur,
segar, jernih, optimis, dan sederhana. Selanjutnya, jenis sastra Indonesia
modern lain yang dipengaruhi oleh sastra lisan adalah novel atau roman. Dalam
perkembangannya yang relatif lamban, pengaruh sastra lisan terhadap novel atau
roman Indonesia terletak pada alurnya yang bersifat kronologis. Taum (Taum,
2011:60) beranggapan bahwa hal ini dikarenakan novel Indonesia masih sukar
menerima sesuatu yang baru dan memilih untuk bertahan dengan konvensi tradisional.
Novel-novel yang bersifat kronologis
banyak didominasi oleh periode Balai Pustaka dan Pujangga Baru. Sebagai contoh
novel yang beralur kronologis adalah novel “Azab
dan Sengsara”
karya Merari Siregar. Novel ini bercerita tentang cinta yang tak sampai antara
dua anak muda yaitu Aminuddin dan Mariamin karena terhalang restu orang tua.
Mereka saling mencintai sejak di bangku sekolah. Akan tetapi, akhirnya mereka
harus kawin dengan orang yang bukan pilihannya sendiri. Keputusan ini berakibat
tak ada kebahagiaan dalam hidup mereka. Tokoh Mariamin mati muda karena merana
setelah cerai dengan suami yang tidak dia cintai. Dari sinopsis tersebut dapat
dilihat bahwa alur dalam novel “Azab dan
Sengsara” adalah kronologis. Hal ini
dikarenakan tahapan dalam novel tersebut adalah perkenalan, permunculan
masalah, konflik, klimaks, antiklimaks, penyelesaian.
G.
Bentuk-bentuk Karya Sastra Lisan di Indonesia
sebelum abad ke-20
b)
Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara.
Lazimnya pantun terdiri atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan),
bersajak akhir dengan pola a-b-a-b (tidak
boleh a-a-a-a, a-a-b-b, atau a-b-b.
c)
Gurindam
adalah satu bentuk puisi Melayu lama yang terdiri dari dua
baris kalimat dengan irama akhir yang sama, yang merupakan satu kesatuan yang
utuh.
d)
Hikayat
adalah salah satu bentuk sastra prosa, terutama dalam Bahasa Melayu yang berisikan tentang kisah,
cerita, dan dongeng. Umumnya mengisahkan tentang kehebatan maupun kepahlawanan
seseorang lengkap dengan keanehan, kesaktian serta mukjizat tokoh utama.
Selain
itu juga bentuk karya sastra pada mana kesusastraan meliputi:
Ø Puisi Lama :
1)
Mantra
Mantra
merupakan salah satu bentuk puisi asli Indonesia terdiri atas beberapa bait
dengan rangkaian kata yang benilai ritmis. Bahasa mantra dianggap mengandung
kekuatan magis, oleh karenanya tidak semua orang dizinkan membacanya kecuali
ahlinya, yaitu pawang.
2)
Pantun
Bentuk puisi asli Indonesia yang
biasanya tiap bait terdiri atas empat baris yang dibagi atas dua baris pertama
menampakan sampiran, dan dua baris berikutnya merupakan isi. Rimanya adalah a b
a b.
Berburu
ke padang datar
mendapat
rusa belang kaki
Berguru
kepalang ajar
bagai
bunga kembang tak jadi
3)
Karmina atau Pantun kilat
Pantun terdiri atas 2 larik; 1
sampiran dan 1 isi.
Sudah
gaharu cendana pula
Sudah
tahu bertanya pula
4)
Talibun
Terdiri atas 6 larik: 3 sampiran, 3
isi.
Kalau
anak pergi ke lepau
Yu
beli belanak beli
Ikan
panjang beli dahulu
Kalau
anak pergi merantau
lbu
cari sanakpun cari
lnduksemang
cari dahulu
5)
Seloka atau Pantun Berkait
Ada pertalian antar bait pantun yang
satu dengan yang lainnya.
Lurus
jalan ke Payakumbuh
Kayu
jati bertimbal jalan
Di
mana hati tidak akan rusuh
Ibu
mati bapak berjalan
Kayu
jati bertimbal jalan
turun
angin patahlah dahan
Ibu
mati bapak berjalan
kemana
untung diserahkan
6)
Gurindam
Gurindam adalah puisi lama yang berasal dari Tamil (India).
Tiap bait terdiri alas dua baris, berisi nasihat. Pengarang gurindam yang
terkenal adalah Raja Ali Haji dengan karyanya yang berjudul Gurindam Dua Belas.
Kurang
pikir kurang siasat
Tentu
dirimu akan tersesat
Barang
siapa tinggalkan sembahyang
Bagai
rumah tiada bertiang
Jika
suami tak berhati lurus
Istripun
kelak memadi kurus
7)
Syair
Merupakan puisi lama yang berasal
dari Arab. Tiap bait terdiri atas empat baris. Tiap baris biasanya mempunyai
delapan sampai dua belas silaba (suku kata). Isinya cerita dan rimanya adalah a
a a a.
Bulan
purnama cahaya terang
bintang
seperti intan di karang
Pungguk
merawan seorang-orang
Berahikan
bulan di amah seberang
Pungguk
becinta pagi dan petang
melihat
bulan di pagar bintang
Terselap
merindu dendamnya dating
dari
saujana pungguk menentang.
Ø Prosa Lama
Prosa lama cenderung bersifat imajinatif,
istanasentris, didaktif, anonim, dan bentuk serta isinya statis, sedangkan
prosa baru bersifar realistis (melukiskan kenyataan sehari-hari), dinamis atau
mengalami perubahan terus-menerus sesuai dengan pembahan masa, dan tidak
anonim. Yang termasuk prosa lama ialah:
a.
Dongeng
yaitu bentuk prosa lama yang
semata-mata berdasarkan khayal dan disampaikan secara lisan. Dongeng terdiri
atas: Fabel, legenda, sage, mite, epos,
dan dongeng jenaka.
b.
Hikayat
yaitu prosa lama yang isinya
mengenai kejadian-kejadian di lingkungan istana, tentang keluarga raja.
Contoh:
·
Hikayat
Hang Tuah
·
Hikayat
Si Miskin
·
Hikayal
Panca Tantra
·
Hikayat
Panji Semirang
·
Hikayat
Dalang Indra Kusuma
·
Hikayat
Amir Hamzah
c. Silsilah
atau tambo
yaitu semacam sejarah, tetapi isinya sudah bercampur dengan
khayalan sehingga banyak cerita yang tidak tercerna oleh pikiran sehat. Contoh:
·
Sejarah
Melayu
·
HikayatRaja-raja
Pasai
·
Sejarah
Melayu-Bugis
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada
pembahasan makalah ini yaitu:
Sastra Lisan adalah kesusastraan
yang mencangkup ekspresi kesusastraan warga suatu kebudayaan, yang disebarkan
dan diturunkan secara lisan (dari
mulut kemulut) jadi segala kebudayaan
yang diturunkan secara lisan dan diwariskan dengan dengan metode lisan termasuk
dalam kajian lisan.
Cirri-ciri
kesusastraan lisan: pewarisan karyanya lewat oral, bahasa yang digunakan yaitu
bahasa percakapan sehari-hari, penciptanya tidak diketahui, fakta tidak terlalu
dipentingkan, struktur kesusastraannya bersifat puitis, dan karyanya merupakan hasil karya masyarakat.
B.
Saran
Agar eksestansi sastra lisan dalam
kesusastraan Indonesia tetap terjaga dan agar sastra lisan tidak terpinggirkan,
maka sebagai generasi penerus, kita harus mengubah pola pikir yang menganggap
bahwa kebudayaaan lisan itu adalah sesuatu yang primitive atau sesuatu yang
hanya di lakukan oleh para orang terdahulu. Padahal kita tau bahwa pada zaman
sekarang kebudayaan lisan sangat bagus di terapkan karena kita tau pada dasarnya
sesuatu yang di lisankan akan lebih di ingat dan akan selalu berada dalam
ingatan.
DAFTAR
PUSTAKA
Danandjaja,
James. 1984. Folklor Indonesia: Ilmu
gossip, dongeng, dan lain-lain. Jakarta: Grafiti Pres.
Hutomo,
Suripan Sadi. 1991. Mutiara yang
terlupakan: Pengantar Studi Sastra Lisan. Surabaya: HISKI Jawa Timur.
Pradopo,
Rachmat Djoko. 1995. Beberapa teori
sastra, metode kritik, dan penerapannya. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Sumardjo,
Jakob. 1992. Sinopsis Roman Indonesia. Cetakan ke-4. Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti.
Sutrisno,
Mudji. 2013. Ranah-ranah kebudayaan.
Cetakan ke-5. Yogyakarta: Kanisius.
Taum,
Yoseph Yapi. 2011. Studi sastra lisan:
sejarah, teori, metode, dan pendekatan disertai contoh penerapannya.
Yogyakarta: Lamalera.
Teeuw, A.
1988. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar
teori sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
No comments:
Post a Comment